Senin, 29 Mei 2017

Utang Pemerintah Indonesia

UTANG PEMERINTAH INDONESIA




BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pemerintah kolonial Hindia Belanda sudah memulai kebiasaan berutang bagi pemerintahan di Indonesia. Seluruh utang yang belum dilunasinya pun turut diwariskan, sesuai dengan salah satu hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia pada waktu itu disertai dengan pengalihan tanggung jawab segala utang pemerintah kolonial. Dilihat dari perspektif utang piutang, maka Republik Indonesia bukanlah negara baru, melainkan pelanjut dari pemerintahan sebelumnya.
Tradisi pengalihan utang kepada pemerintahan berikutnya bertahan sampai saat ini, terlepas dari perpindahan kekuasaan itu berlangsung dengan cara apa pun. Pemerintahan era Soekarno mewariskan utang luar negeri (ULN) sekitar USD 2,1 miliar kepada pemerintahan Soeharto.
Secara spektakuler, pemerintahan Soeharto membebani Habibie dengan warisan utang sebesar USD 60 miliar. Bahkan, pemerintahan Habibie mewariskan utang yang lebih besar, hanya dalam kurun waktu dua tahun. ULN memang “hanya” bertambah menjadi sebesar USD 75 miliar dolar. Namun, utang dalam negeri yang semula nihil menjadi USD 60 miliar (jika dikonversikan), sehingga utang pemerintah secara keseluruhan menjadi sekitar USD 135 miliar.
Tentu tidak adil jika hanya melihat angka utang yang fantastis di era Habibie secara begitu saja. Sebagian masalahnya adalah karena akumulasi utang beserta akibat lanjutan dari kebijakan pemerintahan Soeharto. Bisa dikatakan bahwa Pemerintahan Habibie harus menghadapi krisis moneter dan ekonomi, yang berasal dari era Soeharto.
Bagaimanapun, pewarisan utang pemerintah suatu era kepada era berikutnya telah berlangsung. Tidak ada penghapusan beban utang dalam besaran yang cukup berarti, yang disebabkan oleh per­gantian kekuasaan atau kebijakan pemerintah baru. Keringanan atas beban utang hanya diberikan oleh para kreditur berupa penjadwalan pembayaran untuk waktu yang tidak terlampau lama, ketika ter­jadinya krisis 1997. Krisis justru memaksa pemerintah untuk menambah posisi utangnya melalui pinjaman kepada IMF. Meskipun sifatnya adalah untuk berjaga-jaga dan akhirnya ”tidak diper­gunakan”, biaya utangnya tetap harus dibayar. Selain itu, krisis mem­beri beban tambahan bagi pemerintah. Diantaranya berupa jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, serta tanggungan pemerintah atas beberapa utang swasta yang gagal bayar (default).





B. Rumusan masalah
1.      Apa itu utang pemerintah?
2.      Bagaimana perkembangan utang pemerintah indonesia?
3.      Apa masalah yang mempengaruhi pengukuran utang pemerintah?
4.      Bagaimana pandangan terhadap utang pemerintah?
5.      Bagaimana prospektif utang indonesia?
C. Tujuan penulisan
1.      Mengetahui apa itu utang pemerintah
2.      Mengetahui perkembangan utang pemerintah indonesia
3.      Mengetahui masalah pengukuran utang pemerintah
4.      Mengetahui pandangan terhadap utang pemerintah
5.      Mengetahui prospektif utang pemerintah





BAB II
PEMBAHASAN
1. UTANG PEMERINTAH
1.1. Definisi utang
            Utang merupakan satu kewajiban yang harus dibayar dikemudian hari yang timbul akibat transaksi-transaksi ekonomi dan keuangan dimana para pemberi pinjaman menyerahkan sesuatu yang berharga pada suatu waktu terrentu dalam pertukaran dengan suatu perjanjian para penerima pinjaman harus membayarnya dikemudian hari, (Lester V. Chandler, 1962 : 40).
            Ada banyak jenis-jenis utang, dalam penulisan ini hanya empat yang kami sebut. Menurut Lester V. Chandler ( 1962 : 43 ), utang terbagi dalam berbagai jenis yaitu :
a. Utang berdasarkan sifat si pemberi pinjaman terbagi atas ;
    - utang perseorangan
    - utang perusahaan
    - utang pemerintah.

b. Utang berdasarkan sifat si penerima pinjaman terbagi atas ;
    - utang yang diberikan olah perseorangan
    - utang yang diberikan oleh perusahaan
    - utang yang diberikan oleh pemerintah.
c. Utang berdasarkan untuk tujuan apa utang itu diciptakan ;
    - utang konsumsi
    - utang produksi.

d. Utang berdasarkan lamanya waktu peminjaman ;
    - utang jangka panjang ( 1-5 tahun )
    - utang jangka pendek ( kurang dari 1 tahun )
    - utang yang dapat segera dibayar.

1.2. Utang Pemerintah
            Utang Pemerintah adalah public debt / national debt yaitu pinjaman yang dilakukan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bila pemerintah lebih banyak melakukan pengeluaran dari pada mengumpulkan dana melalui pajak, pemerintah akan meminjam dari sector swasta untuk mendanai defisit anggaran.
Menurut sejarahnya pada awal kemerdekaan, sikap pemerintah Soekarno-Hatta ter­hadap utang luar negeri bisa dikatakan mendua. Di satu sisi, mereka menyadari bahwa utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan sangat dibutuhkan. Negara baru yang baru merdeka ini memerlukan dana untuk memperbaiki taraf kesejahteraan rakyat, yang sudah sedemikian terpuruk karena kolonialisme. Ketiadaan infrastruktur, dan rusaknya sebagian besar kapasitas produksi seperti ladang minyak, membuat penerimaan negara dari sumber domestik belum bisa diandalkan. Hibah dari negara-negara yang bersimpatik ketika awal kemerdekaan tentu saja tidak memadai dan lambat laun di­hentikan. Pilihan yang tersedia adalah mempersilakan modal asing masuk ke Indonesia untuk berinvestasi, serta melakukan pinjaman luar negeri.
Di sisi lain, pemerintah Soekarno-Hatta bersikap waspada ter­hadap kemungkinan penggunaan utang luar negeri sebagai sarana kembalinya kolonialisme. Semangat kemerdekaan masih amat kental, sehingga mereka peka dalam masalah yang berkaitan dengan kedaulatan Indonesia. Suasana ini juga mewarnai dinamika parlemen, sekalipun terdiri dari banyak partai dengan latar idelogis berbeda. Akibatnya, persyaratan yang ketat ditetapkan dalam setiap perundingan berutang kepada pihak luar negeri. Ini berlaku juga ter­hadap masalah penanaman modal asing, termasuk perundingan mengenai tambang dan kilang minyak di wilayah Indonesia.

Bagaimanapun, transaksi utang luar negeri tetap terjadi pada awal kemerdekaan. Sampai dengan tahun 1950, utang pemerintah yang baru tercatat sebesar USD 3,8 miliar, selain utang warisan pemerintah kolonial. Setelah itu, terjadi fluktuasi jumlah utang pemerintah, seiring dengan sikap pemerintah yang cukup sering berubah terhadap pihak asing dalam soal modal dan utang. Selama kurun tahun 50-an tetap saja ada bantuan dan utang yang masuk ke Indonesia. Sikap pemerintah yang berubah-ubah itu dikarenakan kerapnya pergantian kabinet, disamping faktor Soekarno sebagai pribadi.
Sebagai contoh, pada tahun 1962, delegasi IMF berkunjung ke Indonesia untuk menawarkan proposal bantuan finansial dan kerjasama, dan pada tahun 1963 utang sebesar USD17 juta diberikan oleh Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia pun kemudian bersedia melaksanakan beberapa kebijakan ekonomi baru yang bersesuaian dengan proposal IMF. Namun, keadaan berbalik pada akhir tahun itu juga, ketika Malaysia pemerintah Inggris menyatakan Malaysia di­nyatakan sebagai bagian federasi Inggris tanpa pembicaraan dengan Soekarno. Hal ini sebetulnya juga berkaitan dengan nasionalisasi beberapa perusahaan Inggris di Indonesia. Yang jelas, hubungan Indonesia dengan IMF dan Amerika, turut memburuk. Berbagai kesepakatan sebelumnya dibatalkan oleh Soekarno, dan Indonesia keluar dari keanggotaan IMF dan PBB.
Secara teknis ekonomi, telah ada pelunasan utang dari sebagian hasil ekspor komoditi primer Indonesia. Ada pula penghapusan se­bagian utang oleh kreditur, terutama dari negara-negara yang ber­sahabat, setidaknya dalam tahun-tahun tertentu. Akhirnya, ketika terjadi perpindahan kekuasaan kepada Soeharto, tercatat utang luar negeri pemerintah adalah sebesar USD 2,1 miliar. Jumlah ini belum termasuk utang warisan pemerintah kolonial Belanda yang sekalipun resmi diakui, tidak pernah dibayar oleh pemerintahan Soekarno.
Ketika pemerintahan soekarno digantikan oleh soeharto, sikap pemerintahan Soeharto terhadap modal asing berbeda dengan sikap Soekarno-Hatta. Sebagai contoh, undang-­undang pertama yang ditandatangani Soeharto adalah UU no.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang isinya bersifat terbuka dan bersahabat bagi masuknya modal dari negara manapun. Beberapa bulan sebelumnya, IMF membuat studi tentang program stabilitas ekonomi, yang rekomendasinya segera diikuti oleh pemerintah. Indonesia juga telah secara resmi kembali menjadi anggota IMF.
Seiring dengan itu, perundingan serius mengenai utang luar negeri Indonesia berlangsung lancar. Kembalinya Indonesia menjadi anggota IMF dan Bank Dunia, seketika diimbali oleh negara-negara barat berupa: pemberian hibah, restrukturisasi utang lama, komitmen utang baru dan pencairan utang baru yang cepat. Hibah sebesar USD 174 juta dikatakan bertujuan untuk mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi. Restrukturisasi utang yang disetuji bernilai sekitar USD 534 juta. Lewat berbagai perundingan, terutama pertemuan Paris Club, disepakati moratorium utang sampai dengan tahun 1971 untuk pembayaran cicilan pokok sebagian besar utang. Akhirnya, sejak tahun 1967 Indonesia mendapat persetujuan utang baru dari banyak kreditur, dan sebagiannya langsung dicairkan pada tahun itu juga.



1.3. Besarnya Utang Pemerintah

Kita mulai dengan menempatkan utang pemerintah dalam perspektif. Salah satu cara untuk menilai besarnya utang pemerintah adalah membandingkannya dengan jumlah utang-utang negara-negara lain. Tabel 15-1 menunjukkan jumlah uang pemerintah dari 27 negara utama yang ditunjukkan sebagai persentase dari GDP setiap negara. Di puncak daftar itu terdapat negara pengutang terbesar, Jepang dan Italia, yang akumulasi utangnya relatif kecil. Paling bawah adalah Luxemburg dan Australia, yang akumulasi utangnya relatif kecil. Amerika Serikat berada di tengah-tengah. Menurut standar internasional, pemerintah AS tidak hemat tetapi juga tidak boros.




Tabel 1 Berapakah Utang Negara-Negara di Dunia?

Sumber: OECD Economic Outlook.. Data berdasarkan estimasi utang pemerintah bruto dan COP untuk tahun 2005.

Menurut sejarah, penyebab utama kenaikan utang pemerintah adalah perang. Rasio utang-GDP meningkat tajam selama perang dan turun dengan lambat selama masa damai. Banyak ekonom berpendapat bahwa pola sejarah ini adalah cara yang tepat untuk menjalankan kebijakan fiskal.
Satu contoh besamya kenaikan utang pemerintah di masa damai dimulai awal 1980-an. Sewaktu Ronald Reagan terpilih sebagai presiden di tahun 1980, beliau melakukan penurunan pajak dan meningkatkan belanja militer. Peningkatan utang pemerintah selama tahun 1980-an menimbulkan keprihatinan diantara banyak pembuat kebijakan.

2. PERKEMBANGAN UTANG PEMERINTAH
Berdasarkan data dari dalam APBN-P 2010 jumlah keseluruhan cicilan utang pemerintah mencapai angka Rp230,33 trilyun. Cicilan tersebut terdiri atas cicilan pokok sebesar Rp124,68 trilyun dan cicilan bunga Rp105,65 trilyun.

Proporsi anggaran pembayaran utang mencapai 23,21% dari Rp992,4 trilyun penerimaan APBN dimana hampir setengahnya atau 45,87% adalah pembayaran bunga utang pemerintah. Akibat besarnya jumlah cicilan utang, APBN pun mengalami defisit sangat besar, yakni Rp133,75 trilyun.
Sejak tahun 2000, tren cicilan utang pemerintah meningkat . Dari Rp57,69 trilyun pada tahun 2000 menjadi Rp230,33 trilyun di 2010. Tingkat cicilan utang negara tahun ini meroket hampir 4 kali lipat cicilan utang pemerintah tahun 2000. Hanya pada tahun 2003 cicilan utang turun jumlahnya dari cicilan tahun 2002, dan tahun 2005 dari tahun 2004. Tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2000, tren cicilan utang tidak mengalami penurunan sama sekali.
Selama 11 tahun terakhir, negara telah membayar utang sebesar Rp1.596,1 trilyun dan 54% di antaranya atau sekitar Rp864,67 trilyun adalah untuk membayar bunga utang yang jatuh tempo. Jumlah keseluruhan pembayaran utang pemerintah tersebut lebih dari 7,8 kali penerimaan APBN 2000, 4,7 kali penerimaan APBN 2003, 2,5 kali penerimaan APBN 2006, dan 1,6 kali penerimaan APBN 2010. Jumlah ini juga hampir menyamai jumlah utang negara tahun ini Rp1.667,7 trilyun. Sedangkan total pembayaran bunga utang pemerintah lebih besar dari anggaran penerimaan pajak tahun ini Rp743,3 trilyun.
Meski Indonesia telah membayar utang sebesar Rp1.667,7 trilyun selama 11 tahun terakhir, utang Indonesia tidak turun justru membengkak dari jumlah utang pada tahun 2000 yakni Rp1.235 trilyun. Bahkan jika dibandingkan jumlah utang pemerintah tahun 1998 sebesar Rp553 trilyun, jumlah utang pemerintah Indonesia tahun ini bertambah 3 kali lipat sejak krisis moneter.

Bank Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada bulan Februari 2014 sebesar 272,1 miliar dollar AS atau tumbuh 7,4 persen dibandingkan posisi di bulan yang sama pada tahun 2013.

"Posisi ULN pada Februari 2014 terdiri dari ULN sektor publik sebesar 129,0 miliar dollar AS dan ULN sektor swasta 143,1 miliar dollar AS. Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ULN pada Februari 2014 tercatat sedikit meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan Januari 2014 sebesar 7,2 persen (%)," tulis BI dalam pernyataan resmi,

Peningkatan pertumbuhan ULN pada Februari 2014 terutama dipengaruhi kenaikan posisi ULN sektor publik (utang pemerintah dan bank sentral). Adapun pertumbuhan ULN sektor swasta melambat.

ULN sektor publik tumbuh sebesar 3,2 persen (%), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 1,9 persen (%). Sementara itu, posisi ULN sektor swasta tumbuh 11,6 persen (%), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 12,5 persen (%).
"Bank Indonesia memandang berbagai perkembangan ULN sampai Februari 2014 masih cukup sehat dalam menopang ketahanan sektor eksternal. Ke depan, Bank Indonesia tetap memantau perkembangan ULN Indonesia, khususnya ULN swasta, sehingga dapat optimal mendukung ketahanan dan kesinambungan perekonomian Indonesia," tulis BI.

3. MASALAH PENGUKURAN UTANG PEMERINTAH
            Defisit anggaran pemerintah adalah selisih pengeluaran Pemerintah dengan penerimaan pemerintah, yang sama dengan jumlah utang baru yang dibutuhkan pemerintah untuk mendalami operasinya. Definisi ini tampaknya cukup sederhana, tetapi dalam kenyataannya perdebatan mengenai kebijakan fiskal kadang-kadang mempersoalkan bagaimana defisit anggaran seharusnya diukur. Dalam bagian ini kita akan membahas empat masalah dengan ukuran defisit anggaran biasa.

1: Inflasi
Pengukuran yang paling tidak kontroversial adalah koreksi terhadap inflasi. Hampir seluruh ekonom sepakat bahwa utang pemerintah seharusnya diukur dalam bentuk riil, bukan nominal defisit yang diukur seharusnya sama dengan perubahan utang riil pemerintah bukan perubahan utang nominal.

Namun demikian, defisit anggaran yang biasa diukur tidak mengoreksi inflasi. Untuk melihat seberapa besarnya pengaruh kesalahan ini, perhatikanlah contoh berikut. Anggaplah utang pemerintah riil tidak berubah; dengan kata lain, dalam bentuk riil, anggarannya seimbang. Dalam kasus ini, utang nominal harus naik pada tingkat inflasi. Yaitu,
∆D/D = π,
Mana π adalah tingkat inflasi dan D adalah stok utang pemerintah.
∆D =.
Sebagai contoh, pada tahun 1979, pemerintah federal melaporkan defisit anggaran sebesar $28 miliar. Inflasi adalah 8,6 persen, dan utang pemerintah yang dibuat pada awal tahun oleh publik (di luar Bank Sentral AS) adalah $495 miliar.
πD = 0,086 x $495 miliar
= $43 miliar
Koreksi terhadap inflasi membuat defisit anggaran yang dilaporkan sebesar $28 miliar berubah menjadi surplus anggaran sebesar $15 miliar! Dengan kata lain, meskipun utang nominal pemerintah naik, utang riil pemerintah turun.

2: Aset Modal
Banyak ekonom percaya bahwa penilaian yang akurat atas defisit anggaran pemerintah memerlukan penghitungan atas aset pemerintah serta kewajibannya. Biasanya, ketika mengukur utang pemerintah secara keseluruhan, kita seharusnya mengurangi aset pemerintah dari utang pemerintah. Karena itu, defisit anggaran seharusnya diukur sebagai perubahan utang dikurangi perubahan aset.
Prosedur anggaran yang memperhitungkan aset dan kewajiban disebut penganggaran modal (capital budgeting), karena memperhitungkan perubahan modal. Masalah utama dalam penganggaran modal adalah sulitnya memutuskan pengeluaran pemerintah mana yang seharusnya dihitung sebagai pengeluaran modal.

3: Kewajiban yang Tidak Dihitung
Sebagian ekonom berpendapat bahwa defisit anggaran yang diukur adalah keliru karena mengabaikan beberapa kewajiban pemerintah yang penting. Sebagai contoh, perhatikanlah pegawai negeri. Pegawai negeri memberikan jasanya kepada pemerintah saat ini, tapi bagian kompensasi mereka dipotong untuk masa depan. Pada dasarnya, mereka memberikan pinjaman kepada pemerintah. Manfaat pensiun masa depan mereka menunjukkan kewajiban pemerintah tidak jauh berbeda dengan utang pemerintah. Namun kewajiban ini tidak dimasukkan sebagai bagian dari utang pemerintah, dan akumulasi kewajiban ini tidak dimasukkan sebagai baian dari defisit anggaran. Menurut beberapa perkiraan, besar kewajiban implisit ini nyaris sama dengan utang pemerintah.
Bentuk kewajiban pemerintah yang sangat sulit diukur adalah kewajiban kontinjen (contingen liability) kewajiban yang muncul hanya jika peristiwa-peristiwa khusus terjadi. Sebagai contoh pemerintah menjamin berbagai bentuk kredit perseorangan, seperti pinjaman mahasiswa, untuk keluarga berpendapatan rendah dan sedang, serta deposito di bank dan lcmbaga-lembaga simpan pinjam. Jika peminjam melunasi utangnya, pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana; tetapi jika peminjam tidak mampu melunasi, pemerintah yang melunasinya. Ketika memberikan pinjaman ini pemerintah mengambil alih kewajiban kontinjen dari ketidakmampuan peminjam membayar utang. Tetapi kewajiban kontinjen ini tidak tercermin dalarn defisit anggaran, sebagian karena nilainya tidak jelas.



4: Siklus Bisnis
Banyak perubahan dalam defisit anggaran pemerintah terjadi secara otomatis menanggapi perekonomian yang berfluktuasi. Misalnya, kerika perekonomian mengalami resesi, pendapatan turun, sehingga kemampuan seseorang untuk membayar pajak berkurang. Laba juga turun, sehingga perusahaan membayar lebih sedikit pajak pendapatan. Semakin banyak orang yang menjadi tergantung pada bantuan pemerintah, seperti asuransi kesejahteraan dan pengangguran, sehingga pengeluaran pemerintah naik. Bahkan, tanpa adanya perubahan dalam undang-undang perpajakan dan pengeluaran, defisit anggaran akan meningkat.
Untuk memecahkan masalah ini, pemerintah menghitung defisit anggaran yang disesuaikan secara siklis (cyclically adjusted budget deficit) yang kadangkala disebut defisit anggaran kesempatan kerja-penuh. Defisit yang disesuaikan secara siklis didasarkan pada estimasi mengenai berapa pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak yang terjadi jika perekonomian beroperasi pada tingkat output dan kesempatan kerja alamiahnya. Defisit yang disesuaikan secara siklis adalah ukuran yang berguna karena mencerminkan perubahan kebijakan tetapi bukan tahapan dari siklus bisnis saat ini.

4. PANDANGAN TERHADAP UTANG PEMERINTAH
Pandangan tradisional atas utang pemerintah.
Asumsinya adalah bahwa ketika pemerintah memotong pajak dan menjalani defisit anggaran, konsumen menanggapi pendapatan setelah pajak mereka yang lebih tinggi dengan melakukan pengeluaran lebih banyak.
Pandangan Richardian atas utang pemerintah
Menurut pendapat ini, konsumen melihat kedepan dan karena itu, mendasarkan pengeluaran mereka tidak hanya pada pendapatan sekarang, tetapi juga pada pendapatan masa depan yang mereka harapkan

Logika dasar atas pandangan Richardian
Kosumen yang melihat kedepan memahami bahwa pinjaman pemerintah saat ini berarti pajak yang lebih tinggi di masa depan. Pemotongan pajak yang didanai oleh utang pemerintah tidak akan mengurangi beban pajak ; pemotongan pajak tersebut hanya menjadwal ulang pajak. Karena itu, pemotongan pajak seharusnya tidak mendorong konsumen melakukan pengeluaran lebih banyak.
Implikasi dari equivalensi Richardian adalah bahwa pemotongan pajak yang didanai utang tidak mempengaruhi konsumsi. Rumah tangga menabung kelebihan pendapatan disposible untuk membayar kewajiban pajak masa depan yang ditunjukkan oleh pemotongan pajak. Kenaikan dalam tabungan swasta ini mengoffset penurunan tabungan publik. Tabungan nasional – jumlah tabungan swasta dan publik – tetap sama. Karena itu, pemotongan pajak tidak memiliki dampak seperti yang diprediksi analsisis tradisional.

Konsumen dan pajak masa depan
Esensi dari pandangan Richardian adalah bahwa ketika orang – orang memilih konsumsi mereka, secara nasional mereka melihat pajak masa depan yang diakibatkan oleh utang pemerintah. Para pendukung pandangan tradisional atas utang pemerintah percaya bahwa prospek pajak masa depan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap konsumsi saat ini seperti yang diasumsikan oleh pandangan Richardian.
Para pendukung pandangan Richardian terhadap kebijakan fiskal mengansumsikan bahwa masyarakat bersikap rasional ketika mengambil keputusan, seperti memilih berapa banyak dari pendapatan mereka yang dikonsumsi dan seberapa banyak yang ditabung. Ketika pemerintah meminjam untuk membayar pengeluaran saat ini, konsumen yang rasional melihat pajak masa depan yang dibutuhkan untuk mendukung utang tersebut. Jadi pandangan Richardian mengasumsikan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan dan pandangan jauh kedepan yang baik.
Salah satu pendapat terhadap pandangan tradisional mengenai pemotongan pajak adalah bahwa masyarakat berpandangan pendek, barang kali karena mereka tidak sepenuhnya memahami implikasi dari defisit anggaran pemerintah. Adalah mungkin bahwa beberapa orang mengikuti metode historis ( rules of thumb) yang sederhana dan tidak sepenuhnya rasional ketika memutuskan berapa banyak yang akan ditabung.
Batasan Peminjaman : Pandangan Richardian atas utang pemerintah mengasumsikan bahwa konsumen mendasarkan pengeluarannya tidak hanya pada pendapatan saat ini, tetapi juga pendapatan seumur hidupnya, yang meliputi pendapatan sekarang dan pendapatan yang diharapkan dimasa depan. Menurut pandangan Richardian, pemotongan pajak yang didanai oleh utang akan meningkatkan pendapatan sekarang, tetapi tidak mengubah pendapatan atau konsumsi seumur hidup seseorang. Para pendukung pandangan tradisional berpendapat bahwa pendapatan sekarang lebih penting daripada pendapatan seumur hidup untuk konsumen yang menghadapi hambatan – hambatan dalam meminjam. Batasan peminjaman adalah batas seberapa banyak seseorang bisa meminjam dari bank atau lembaga keuangan lain.
Seorang yang ingin mengkonsumsi lebih banyak daripada pendapatan sekarang mungkin karena ia mengharapkan pendapatan yang lebih penting di masa depan harus melakukannya dengan cara meminjam. Jika ia tidak dapat meminjam untuk membayar konsumsi sekarang, atau hanya bisa meminjam dalam jumlah yang terbatas, maka pendapatannya sekarang menentukan pengeluarannya, tanpa memperhatikan berapa pendapatannya seumur hidup. Dalam hal ini, pemotongan pajak yang didanai oleh utang meningkatkan pendapatan dan konsumsi sekarang, meskipun pendapatan masa depan lebih kecil. Esensinya, bila pemerintah memotong pajak sekarang dan meningkatkan pajak masa depan, pemerintah memberi pinjaman kepada pembayar pajak. Untuk seseorang yang ingin mendapatkan pinjaman tetapi tidak mampu, pemotongan pajak akan memperbesar peluangnya dan mendorong konsumsi.




5. PROSPEKTIF LAIN TENTANG UTANG PEMERINTAH
Anggaran berimbang versus kebijakan fiskal optimal
Terdapat tiga alasan kebijakan fiskal terkadang mengakibatkan defisit atau surplus anggaran
1. Stabilisasi
Defisit atau surplus anggaran dapat membantu stabilisasi perekonomian, pada dasarnya aturan anggaran berimbag akan menarik kembali kekuatan penstabil otomatis dari sistem pajak dan transfer. Saat resesi pajak turun dan transfer naik. Meskipun membantu menstabilkan ekonomi, respon otomatis ini mendorong anggaran menjadi defisit. Aturan anggaran berimbang yang ketat akan mendorong pemerintah menaikkan pajak atau mengurangi pengeluaran di masa resesi, tetapi tindakan ini menekan permintaan agregat
2. Tax smoothing
Defisit atau surplus anggaran dapat digunakan untuk mengurangi distorsi insentif yang disebabkan oleh sistem pajak. Tarif pajak yang tinggi akan meningkatkan biaya dalam masyarakat dengan menekan aktivitas ekonomi. oleh karenanya pemerintah dituntut untuk mempertahankan tarif pajak yang stabil (relatif rendah), dengan cara menerapkan anggaran defisit saat pendapatan rendah atau resesi yang tidak biasa atau pengeluaran tinggi (perang) yang tidak biasa.
3. Re-distribusi intergenerasi
Defisit anggaran dapat digunakan untuk menggeser beban pajak dari generasi sekarang ke generasi mendatang, misalnya untuk membiayai biaya perang, generasi sekarang dapat mendanai perang dengan defisit anggaran dan pemerintah bisa melunasi utang dengan mengenakan pajak pada generasi mendatang.
Dimensi internasional
Utang pemerintah dapat mempengaruhi peran negara dalam perekonomian dunia. Ketika defisit anggaran, pemerintah menurunkan tabungan nasional, hal ini sering mngakibatkan defisit perdagangan yang nantinya akan di danai oleh pinjaman luar negeri. Hubungan antara kedua defisit ini menyebabkan dampak lanjutan atas utang pemerintah.
• Pertama, tingkat utang pemerintah yang tinggi dapat meningkatkan resiko bahwa perekonomian akan mengalami penurunan yang merugikan dalam permintaan atas aset nasional dalam pasar uang dunia (capital flight). Hal ini biasa dimanfaatkan oleh negara-negara untuk melarikan diri dari utang, dengan menyatakan pailit. Jadi ketika utang pemerintah melonjak, investor asing akan membatasi jumlah pinjaman. Jika hilangnya kepercayaan ini terjadi secara tiba-tiba, maka nilai mata uang akan terguncang dan tingkat suku bunga naik.
• Kedua, tingginya tingkat utang pemerintah yang di danai oleh pinjaman luar negeri dapat menurunkan pengaruh politis negara tesebut di mata dunia.





BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
            Utang merupakan satu kewajiban yang harus dibayar dikemudian hari yang timbul akibat transaksi-transaksi ekonomi dan keuangan dimana para pemberi pinjaman menyerahkan sesuatu yang berharga pada suatu waktu terrentu dalam pertukaran dengan suatu perjanjian para penerima pinjaman harus membayarnya dikemudian hari.
            Utang Pemerintah adalah public debt / national debt yaitu pinjaman yang dilakukan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Ketika pemerintahan soekarno digantikan oleh soeharto, sikap pemerintahan Soeharto terhadap modal asing berbeda dengan sikap Soekarno-Hatta. Sebagai contoh, undang-­undang pertama yang ditandatangani Soeharto adalah UU no.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang isinya bersifat terbuka dan bersahabat bagi masuknya modal dari negara manapun. Beberapa bulan sebelumnya, IMF membuat studi tentang program stabilitas ekonomi, yang rekomendasinya segera diikuti oleh pemerintah. Indonesia juga telah secara resmi kembali menjadi anggota IMF. Disinilah titik awal perjalanan utang pemerintah yang melilit indonesia, seolah menjadi hal biasa ketika Negara kita berhutang dengan dalih untuk pembangunan dan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat yang akhirnya negri ini mewariskan utang Negara yang entah kapan bisa selesai.














REFERENSI
http://malikmakassar.wordpress.com/2008/12/16/sejarah-singkat-utang-pemerintah-indonesia/
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/07/utang-pemerintah-indonesia.html
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/11/14/masalah-pengukuran-defisit-dan-anggapan-hutang-luar-negeri-indonesia-508251.html
http://ilmupengetahuanumumterbaru.blogspot.com/2013/09/utang-pemerintah.html
http://wanspeak.wordpress.com/2011/05/23/utang-pemerintah/
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/04/18/1747405/Utang.Luar.Negeri.Indonesia.Kembali.Naik
www.jurnal-ekonomi.org




Jumat, 19 Mei 2017

NAMA KELOMPOK 3


MAKROEKONOMI

Kelompok 3
  • BAYU KHRISNA AJI                          ( B100150005 )
  • PRIYAMBODO WAHYU JATMIKO  ( B100160138 )
  • SAID AL GHIFARI                              ( B100160406 )
  • FARRAS RAFI PRASETYA                ( B100160144 )
  • RUDY PRASETYO B                          ( B100130339 )
  • SOFYAN ARFI B                                  ( B100170099

PENAWARAN AGREGAT I

PERMINTAAN AGREGAT I

1.2     Permintaan Agregat : Tingkat Harga Dan Perbelanjaan Riil
Perbelanjaan agregat ( aggregate expenditure atau AE ) adalah konsep yang banyak digunakan dalam analisis model pertama, yaitu analisis yang memisalkan bahwa harga dan suku bunga tetap. Dalam analisis tersebut perbelanjaan agregat memberikan gambaran tentang tingkat perbelanjaan yang akan dilakukan dalam perekonomian pada berbagai tingkat pendapatan nasional. Permintaan agregat atau aggregate demand (AD) menggambarkan hubungan yang sedikit berbeda. Permintaan agregat menunjukkan suatu hubungan diantara tingkat harga dengan nilai riil perbelanjaan yang akan dilakukan dalam perekonomian.
      Permintaan Agregat ( Aggregate Demand, AD) adalah hubungan antara jumlah output diminta dan tingkat harga agregat. Ini menyatakan jumlah barang dan jasa yang orang ingin dibeli pada tiap tingkat harga tertentu.
      Ingat Teori Kuantitas Uang (MV=PY) ,tidak realistis, namun asumsi yang memudahkan yaitu perputaran uang adalah konstan. Juga, ketika memahami persamaan ini, ingat persamaan kuantitas uang riil yaitu : M/P = (M/P)d = kY, dimana k=1/V adalah parameter penentu berapa banyak uang orang ingin pegang untuk tiap dolar pendapatan. Persamaan ini menyatakan bahwa penawaran keseimbangan uang M/P sama dengan permintaan dan bahwa permintaan adalah proporsional terhadap output.
      Kurva permintaan agregat menunjukkan hubungan negatif antara tingkat harga (P) dan jumlah barang dan jasa yang diminta (Y). Digambarkan untuk nilai jumlah uang yg beredar (M) tertentu. Kurva ini miring kebawah : semakin tinggi tingkat harga, semakin rendah keseimbangan riil M/P , dan karenanya semakin rendah jumlah barang dan jasa yg diminta.
Kurva AD selalu merupakan suatu garis yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah dalam perekonomian. Sifat kurva AD menurun ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan agregat didalam suatu perekonomian adalah :
a.       Pendapatan disposible (Yd) atau pengeluaran konsumsi
b.      Tingkat bunga (r)
c.       Investasi (I)
d.      JUB (real money supply atau Ms/P)
e.       Pengeluaran pemerintah (G)
f.        Pajak (T)
g.      Pendapatan luar negri (Yf)
h.      Harga luar negri ( Pf)
i.        Nilai tukar riil ( Exchange rate atau ER)
Kenaikan didalam pendapatan disposible (Yd), pengeluaran konsumsi (C), pengeluaran investasi (I), penawaran uang riil (Ms/P), pengeluaran pemerintah (G), pendapatan luar negri (Yf), tingkat harga luar negri (Pf) dan penurunan tingkat bunga (r), pajak (T) dan nilai tukar kurs mata uang (ER) akan membawa kenaikan didalam permintaan agregat, atau menggeser kurva permintaan agregat kekanan. Sebaliknya, apabila terjadi penurunan dalam Yd, C, I, Ms/P, G, Yf, Pf dan kenaikan didalam I, T, E, R tersebut akan menurunkan AD atau menggeser kurva AD ke kiri atas.
Secara sistematis :
      Y =C + I + G + NX (Perekonomian Tertutup)
      Y = C + I + G + (X-M) (Perekonomian Terbuka)
Dimana :
C = Konsumsi
I = Investasi
G = Pengeluaran Pemerintah
X = Ekspor
M = Impor
Hubungan yang ditunjukkan :
      Hubungan tingkat harga dan konsumsi
     (P) ↓    (C) ↑    → (AD) ↑
Pada saat harga turun pasti masyarakat akan menaikkan konsumsi sehingga permintaan akan barang/jasa akan naik dan menyebabkan AD naik.
      Hubungan tingkat harga dan investasi
     (P) ↓    (r) ↓     → (AD) ↑ dan (I) ↑
      Hubungan tingkat harga dan expor neto
     (P) ↓    (r) ↓     (M) ↓   → (X-M) ↑ dan (AD) ↑
1.2    PERGESERAN KURVA AD KE LUAR
Seiring tingkat harga menurun, Kita bergerak kebawah sepanjang kurva AD. Tiap perubahan pada M atau V akan menggeser kurva AD. Ingat permintaan output riil bervariasi berbanding terbalik dengan tingkat harga.
Peningkatan jumlah uang beredar M meningkatkan nilai output nominal PY. Untuk tiap tingkat hargat P tertentu output Y menjadi lebih tinggi. Jadi peningkatan JUB menggeser kurva AD ke luar dari AD’ menjadi AD. Seperti gambar dibawah ini :
     1.3   PERGESERAN KURVA AD KE DALAM
Penurunan JUB, mengurangi nilai output nominal PY. Untuk tiap tingkat harga tertentu output Y menjadi lebih rendah. Jadi penurunan JUB menggeser kurva AD kedalam dari AD menjadi AD’.
1.4    PROSES PRODUKSI DAN PENDAPATAN MASYARAKAT
Dijelaskan sebagai berikut :
Produsen membuat rencana untuk produksi dengan melihat situasi/kondisi pasar barang, kemudian dilakukan proses produksi yang kemudian menghasilkan barang dan jasa (Q) , juga produsen memberikan upah atau balas jasa kepada karyawan yang menjadi penghasilan (Y). Dan dari penghasilan (Y) tersebut digunakan untuk konsumsi (C) juga untuk saving (S). Dari barang dan jasa (Q) yang dihasilkan didistribusikan kedalam pasar barang.
1.5  FUNGSI INVESTASI
Variabel ekonomi ditentukan oleh tingkat bunga dan Marginal Efficiency of Capital (MEC). Tingkat keuntungan yang diharapkan tersebut disebut dengan Marginal Efficiency of Capital (MEC).
·         Bila MEC lebih kecil dari tingkat bunga, maka investasi tidak dilaksanakan
·         Bila MEC lebih besar dari tingkat bunga, maka investasi dilaksanakan
Investasi adalah pengeluaran oleh swasta untuk pembelian barang-barang dan jasa yang akan dipakai dalam proses produksi atau dengan kata lain sama dengan permintaan oleh swasta terhadap barang dan jasa (input) yang diperlukan untuk investasi produktif. Faktor yang menentukan pengeluaran investasi berbeda dengan konsumsi.Perbedaanya terletak dalam hal tujuan membeli barang, yaitu untuk invesatasi dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan sedangkan konsumsi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Perbedaan lain adalah sumber pembiayaan untuk investasi dapat berasal dari berbagai sumber pembiayaan dan keuangan dimana jumlahnya tidak tergantung dari kondisi keuangan sekarang tetapi pada harapan kondisi keuangan dimasa mendatang. Pembiayaan konsumsi rumah tangga berasal berasal dari pendapatan sekarang.Jadi pengeluaran investasi jumlahnya bisa jauh melebihi jumlah pendapatan sekarang, jadi tidak tergantung dengan income.Apa yang menentukan besarnya investasi dalam masyarakat?
Faktor yang menentukan pengeluaran investasi ada dua yaitu harapan keuntungan (expectation of future profit) yang akan diperoleh dimasa mendatang dan biaya dari uang yang harus ditanggung akibat pengeluaran uang tersebut. Harapan keuntungan tersebut biasanya dinyatakan dalam persentase keuntungan per satuan waktu dan biaya penggunaan dana dinyatakan dalam persentase atau disebut tingkat bunga. Sebuah investasi akan dilakukan apabila harapan keuntungan lebih besar dari biaya penggunaan dana atau tingkat bunga (interest rate). Semakin besar selisih kedua faktor ini maka semakin besar pula investasi yang akan dilakukan. Tingkat keuntungan yang diharapkan tersebut disebut dengan Marginal Efficiency of Capital (MEC). Semakin besar selisih antara MEC dengan tingakat bunga yang berlaku maka akan semakin besar pula volume investasi yang akan dilakukan. Secara grafik dapat dilihat seperti pada Gambar 5.2.Grafik MEC adalah negatif, berbanding terbalik dengan tingkat bunga yang berlaku.Semakin rendah bunga yang berlaku maka semakin besar pula harapan keuntungan sehingga investasi juga semakin besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi tersebut dapat juga dinyatakan secara matematis sebagai berikut:
I = K – bi b > 0 (5.8)
 Gambar 5.2
Marginal Efficiensy of Capital atau harapan keuntungan dari investasi yang dikeluarkan, dapat dinyatakan dengan hubungan investasi kumulatif dengan tingkat bunga yang berlaku.Semakin rendah bunga yang berlaku berarti semakin tinggi harapan untuk meraih keuntungan dimasa mendatang sehingga investasi semakin naik.
K adalah investasi yang otonom atau exogenous, i adalah tingkat bunga dan b adalah koefisien yang menunjukkan seberapa sensitive investasi tersebut terhadap perubahan tingkat bunga.Sesuai dengan grafik 5.2 diatas maka koefisien b adalah bertanda negatif yang berarti semakin rendah tingkat bunga maka semakin tinggi pengeluaran investasi karena semakin banyak proyek investasi yang layak untuk dilaksanakan.
Selain dari faktor bunga, dalam kenyataan sehari-hari investasi bukan hanya ditentukan oleh bunga tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor ekonomi yang lain dan bahkan juga dipengaruhi oleh faktor sosial dan politik. Misalnya keamanan, kestabilan politik, kepastian hukum di suatu Negara berpengaruh sangat besar terhadap masuknya investor dari luar negeri.
Setelah diketahui faktor yang mempengaruhi komponen aggregate demand maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaiman mekanisme komponen AD tersebut mempengaruhi output atau pendapatan.Hal ini dapat dijelaskan melalui konsep multiplier. Sebelum diterangkan lebih lanjut maka ada beberapa asumsi yang harus dibuat, yaitu,
Pertama, pengeluaran pemerintah (G) adalah exogenous, artinya besarnya tidak ditentukan didalam sistem atau ditentukan oleh faktor-faktor tertentu yang tidak dapat diprediksi.Faktor yang menentukan besarnya anggaran pemerintah lebih banyak ditentukan oleh kemauan politik pemerintah, bukan variable ekonomi.
Kedua, pengeluaran investasi juga diasumsikan exogenous, hal ini semata-mata untuk memudahkan dalam analisis.Sebetulnya investasi, seperti diuraikan diatas, ditentukan oleh tingkat bunga (i), tetapi dalam uraian berikut ini sementara dinggap exogenous.
Ketiga, analisis dilakukan dalam ekonomi tertutup, artinya tidak ada export dan import dalam pengeluaran agregat (AD). Ketiga asumsi ini tidak mengurangi atau merubah validitas analisis yang dilakukan. Bila ketiga asumsi ini dimasukkan dalam analisis maka hasilnya akan tetap sama.
Sekarang kita mulai analisis dengan sebuah contoh berikut. Misalnya, bila pengeluaran aggregate dinaikan sebesar D maka berapa besar dampaknya terhadap output? Bila ada tambahan pengeluaran aggregate atau permintaan agregat sebesar D maka akan terjadi tambahan produksi sebesar D dan kenaikan output atau income sebesar D juga. Selanjutnya pengeluaran sebesar D tadi akan menjadi pendapatan bagi penjual yang menerima pengeluaran D. Oleh penjual ini uang sebesar D akan dibelanjakan lagi untuk memenuhi kebutuhannya tetapi tidak sebesar D. Besarnya pengeluaran pada putaran kedua ini adalah z∆ D yaitu sesuai dengan kecenderungan berbelanja mereka atau Marginal Propencity to Consume (MPC). Tambahan income yang tercipta adalah sebesar ∆D + z∆D atau (1+z) ∆D. Demikianlah seterusnya akan terjadi pelipatan dampak secara berantai melalui putaran pengeluaran antara konsumen dan penjual atau produsen. Dampak akhir dari tambahan pengeluaran sebesar ∆D adalah sebesar 1/(1-z) kali ∆D yang merupakan penjumlahan dari semua tambahan income pada setiap putaran (Tabel 5.1).
TABEL 5.1 Multiplier atau faktor pelipat
Putaran
Penambahan Permintaan
Penambahan Produksi
Jumlah Kenaikan Output
1
∆ D
∆ D
∆ D
2
z∆ D
z∆ D
(1+z) ∆ D
3
z²∆ D
z²∆ D
(1+z+z²)∆ D
4
z³∆ D
z³∆ D
(1+z+z²+z³)∆ D
Penjumlahan
Tambahan pengeluaran ∆ D dapat berupa konsumsi, investasi atau pengeluaran pemerintah dan dampak akhirnya hampir sama bila pengeluaran tersebut diasumsikan sebagai pengeluaran independent, atau disebut dengan pengeluaran autonomous, artinya tidak tergantung dengan faktor lain.
Dari uraian diatas dapat ditulis bahwa total tambahan income adalah sebagai berikut:
∆ AD = = ∆ Y0 (5.8)
Dimana = α = multiplier. Atau dapat juga ditulis :
Bila pengeluaran naik sebesar 100 juta dan MPC adalah 0.8, berapa tambahan pendapatan akibat tambahan pengeluaran tersebut? Dengan memasukkan angka diatas maka didapat tambahan pendapatan ∆Y = 1/(1-0,8) kali 100 = 500 juta. Berarti multipliernya adalah sebesar 5 kali lipat. Multiplier didefinisikan sebagai besarnya kelipatan perubahan output akibat perubahan satu unit pengeluaran (C, I, G).
Formula multiplier ini dapat diturunkan dengan cara lain. Besarnya setiap perubahan output yang terjadi harus sama dengan besarnya perubahan aggregate demand sehingga,
∆ Y0 = ∆ AD. (5.9)
Tambahan pengeluaran (∆AD) sama dengan tambahan pengeluaran putaran pertama ∆D ditambah dengan pengeluaran yang disebabkan oleh pelipatan (multiplier), c∆Y0 sehingga
∆ AD = ∆ D + c∆Y0 (5.10)
Gabungan persamaan (5.9) dengan (5.10) didapatkan persamaan,
∆ Y0 = ∆ D + c∆Y0
c∆ Y0 = (5.11)
Atau multiplier dapat juga diturunkan dari persamaan konsumsi dan agregat demand seperti dibawah ini.
Y = AD = C + I + G
Substitusikan fungsi konsumsi kedalam persamaan diatas.
Y = a + I + G + cY (5.12)
Kumpulkan faktor Y dan autonomous spending sehingga:
Y – cY = D
Y = D
Proses dari pelipatan income atau multiplier ini dapat digambarkan secara grafis pada Gambar 5.3.
Pada awalnya titik keseimbangan adalah pada titik E0 dengan pendapatan OY0 dan pengeluaran agregat OAD0. Kemudian sektor bisnis melihat ada prospek untuk meraih keuntungan dimasa yang akan datang sehingga mereka menambah investasi sebesar ∆D (dapat berupa ∆I). Misalkan tambahan investasi ini meningkatkan AD pada putaran pertama sebesar AE0. Penambahan AD ini langsung menjadi tambahan pendapatan bagi penjual barang input yang dibeli oleh investor, yaitu sebesar AB dan selanjutnya direspon oleh produsen dengan manaikan output dengan jumlah yang sama. Pada putaran kedua tambahan output atau pendapatan kembali dibelanjakan sesuai dengan MPC yaitu sebesar cAB = BC. Pengeluaran tambahan AD ini kembali menaikan pendapatan dan direspon oleh produsen dengan menaikan output sehingga akhirnya proses ini berhenti pada titik E1 dengan tingkat pengeluaran yang lebih tinggi dari semula yaitu, yaitu AD0 AD1.dan pendapatan juga lebih tinggi yaitu sebesar 1/(1-c) kali lipat dari ∆D atau Y0Y1.
Secara geometric MPC adalah slope atau kemiringan dari kurva kosumsi. Karena kurva Consumsi menurut persamaan (5.4) adalah C = a + cY, maka MPC adalah koefisien c, yaitu sama dengan = .
Gambar 5.4.Penurunan Multiplier secara garfik. Pada titik keseimbangan E0, Y0 = AD0 = cY + D. Ketika terjadi penambahan pengeluaran ∆D (dapat berupa I atau G) maka titik keseimbangan berubah. Mula-mula tambahan permintaan menjadi E0A, tambahan permintaan ini merupakan tambahan income sebesar AB bagi penjual (E0A=AB). Melalui proses multiplier tambahan income ini mendorong permintaan lanjutan (BC) yang kemudian kembali direspon oleh produsen dengan menaikan output. Demikian seterusnya sampai proses ini berhenti pada titik keseimbangan baru E1 sehingga tambahan AD atau output menjadi 1/(1-c) kali ∆D yang tidak lain adalah sama dengan Y0Y1= AD0 AD1.
Dari uraian diatasa ternyata besaran multiplier tergantung dengan besaran MPC atau koefisien c, yaitu proporsi dari income yang dibelanjakan oleh konsumen untuk keperluan konsumsi.Semakin besar proporsi income yang dibelanjakan maka semakin besar pula multiplier dan semakin besar pula dampaknya terhadap kenaikan income atau output. Tetapi harus diingat bahwa proses ini hanya bisa berlangsung dalam waktu pendek. Dalam jangka panjang hal ini tidak bisa berlanjut karena income tidak bisa ditopang oleh konsumsi yang tinggi saja karena konsumsi juga teragantung dari income, sedangkan income / output juga ditentukan oleh faktor ril seperti investasi disamping konsumsi, pengeluaran pemerintah dan net export.
Secara empiris hal tersebut diatas adalah benar bahwa konsumsi dalam jangka pendek bisa mendorong pertumbuhan ekonomi karena ekonomi belum mencapai full employement.Misalnya masih banyak pabrik yang belum bekerja penuh, tenaga kerja banyak yang menganggur, dan seterusnya sehingga output masih bisa didorong tumbuh tanpa investasi baru.Tetapi untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, artinya setelah ekonomi mencapai full employement, maka diperlukan investasi baru untuk berlanjutnya pertumbuhan ekonomi.

Bayu 005