UTANG
PEMERINTAH INDONESIA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemerintah
kolonial Hindia Belanda sudah memulai kebiasaan berutang bagi pemerintahan di
Indonesia. Seluruh utang yang belum dilunasinya pun turut diwariskan, sesuai
dengan salah satu hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Penyerahan kedaulatan
kepada Republik Indonesia pada waktu itu disertai dengan pengalihan tanggung
jawab segala utang pemerintah kolonial. Dilihat dari perspektif utang piutang,
maka Republik Indonesia bukanlah negara baru, melainkan pelanjut dari
pemerintahan sebelumnya.
Tradisi
pengalihan utang kepada pemerintahan berikutnya bertahan sampai saat ini,
terlepas dari perpindahan kekuasaan itu berlangsung dengan cara apa pun.
Pemerintahan era Soekarno mewariskan utang luar negeri (ULN) sekitar USD 2,1
miliar kepada pemerintahan Soeharto.
Secara
spektakuler, pemerintahan Soeharto membebani Habibie dengan warisan utang sebesar
USD 60 miliar. Bahkan, pemerintahan Habibie mewariskan utang yang lebih besar,
hanya dalam kurun waktu dua tahun. ULN memang “hanya” bertambah menjadi sebesar
USD 75 miliar dolar. Namun, utang dalam negeri yang semula nihil menjadi USD 60
miliar (jika dikonversikan), sehingga utang pemerintah secara keseluruhan
menjadi sekitar USD 135 miliar.
Tentu
tidak adil jika hanya melihat angka utang yang fantastis di era Habibie secara
begitu saja. Sebagian masalahnya adalah karena akumulasi utang beserta akibat
lanjutan dari kebijakan pemerintahan Soeharto. Bisa dikatakan bahwa
Pemerintahan Habibie harus menghadapi krisis moneter dan ekonomi, yang berasal
dari era Soeharto.
Bagaimanapun,
pewarisan utang pemerintah suatu era kepada era berikutnya telah berlangsung.
Tidak ada penghapusan beban utang dalam besaran yang cukup berarti, yang
disebabkan oleh pergantian kekuasaan atau kebijakan pemerintah baru.
Keringanan atas beban utang hanya diberikan oleh para kreditur berupa
penjadwalan pembayaran untuk waktu yang tidak terlampau lama, ketika
terjadinya krisis 1997. Krisis justru memaksa pemerintah untuk menambah posisi
utangnya melalui pinjaman kepada IMF. Meskipun sifatnya adalah untuk
berjaga-jaga dan akhirnya ”tidak dipergunakan”, biaya utangnya tetap harus dibayar.
Selain itu, krisis memberi beban tambahan bagi pemerintah. Diantaranya berupa
jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, serta tanggungan
pemerintah atas beberapa utang swasta yang gagal bayar (default).
B. Rumusan masalah
1. Apa itu utang pemerintah?
2. Bagaimana perkembangan utang pemerintah
indonesia?
3. Apa masalah yang mempengaruhi pengukuran
utang pemerintah?
4. Bagaimana pandangan terhadap utang
pemerintah?
5. Bagaimana prospektif utang indonesia?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui apa itu utang pemerintah
2. Mengetahui perkembangan utang pemerintah
indonesia
3. Mengetahui masalah pengukuran utang
pemerintah
4. Mengetahui pandangan terhadap utang
pemerintah
5. Mengetahui prospektif utang pemerintah
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
UTANG PEMERINTAH
1.1. Definisi utang
Utang merupakan satu kewajiban yang
harus dibayar dikemudian hari yang timbul akibat transaksi-transaksi ekonomi
dan keuangan dimana para pemberi pinjaman menyerahkan sesuatu yang berharga
pada suatu waktu terrentu dalam pertukaran dengan suatu perjanjian para
penerima pinjaman harus membayarnya dikemudian hari, (Lester V. Chandler, 1962
: 40).
Ada banyak jenis-jenis utang, dalam
penulisan ini hanya empat yang kami sebut. Menurut Lester V. Chandler ( 1962 :
43 ), utang terbagi dalam berbagai jenis yaitu :
a. Utang berdasarkan
sifat si pemberi pinjaman terbagi atas ;
- utang perseorangan
- utang perusahaan
- utang pemerintah.
b. Utang berdasarkan
sifat si penerima pinjaman terbagi atas ;
- utang yang diberikan olah perseorangan
- utang yang diberikan oleh perusahaan
- utang yang diberikan oleh pemerintah.
c. Utang berdasarkan
untuk tujuan apa utang itu diciptakan ;
- utang konsumsi
- utang produksi.
d. Utang berdasarkan
lamanya waktu peminjaman ;
- utang jangka panjang ( 1-5 tahun )
- utang jangka pendek ( kurang dari 1 tahun
)
- utang yang dapat segera dibayar.
1.2. Utang Pemerintah
Utang Pemerintah adalah public debt
/ national debt yaitu pinjaman yang dilakukan, baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Bila pemerintah lebih banyak melakukan pengeluaran
dari pada mengumpulkan dana melalui pajak, pemerintah akan meminjam dari sector
swasta untuk mendanai defisit anggaran.
Menurut
sejarahnya pada awal kemerdekaan, sikap pemerintah Soekarno-Hatta terhadap
utang luar negeri bisa dikatakan mendua. Di satu sisi, mereka menyadari bahwa
utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan sangat dibutuhkan. Negara baru yang
baru merdeka ini memerlukan dana untuk memperbaiki taraf kesejahteraan rakyat,
yang sudah sedemikian terpuruk karena kolonialisme. Ketiadaan infrastruktur,
dan rusaknya sebagian besar kapasitas produksi seperti ladang minyak, membuat
penerimaan negara dari sumber domestik belum bisa diandalkan. Hibah dari negara-negara
yang bersimpatik ketika awal kemerdekaan tentu saja tidak memadai dan lambat
laun dihentikan. Pilihan yang tersedia adalah mempersilakan modal asing masuk
ke Indonesia untuk berinvestasi, serta melakukan pinjaman luar negeri.
Di
sisi lain, pemerintah Soekarno-Hatta bersikap waspada terhadap kemungkinan
penggunaan utang luar negeri sebagai sarana kembalinya kolonialisme. Semangat
kemerdekaan masih amat kental, sehingga mereka peka dalam masalah yang
berkaitan dengan kedaulatan Indonesia. Suasana ini juga mewarnai dinamika
parlemen, sekalipun terdiri dari banyak partai dengan latar idelogis berbeda.
Akibatnya, persyaratan yang ketat ditetapkan dalam setiap perundingan berutang
kepada pihak luar negeri. Ini berlaku juga terhadap masalah penanaman modal
asing, termasuk perundingan mengenai tambang dan kilang minyak di wilayah
Indonesia.
Bagaimanapun,
transaksi utang luar negeri tetap terjadi pada awal kemerdekaan. Sampai dengan
tahun 1950, utang pemerintah yang baru tercatat sebesar USD 3,8 miliar, selain
utang warisan pemerintah kolonial. Setelah itu, terjadi fluktuasi jumlah utang
pemerintah, seiring dengan sikap pemerintah yang cukup sering berubah terhadap
pihak asing dalam soal modal dan utang. Selama kurun tahun 50-an tetap saja ada
bantuan dan utang yang masuk ke Indonesia. Sikap pemerintah yang berubah-ubah
itu dikarenakan kerapnya pergantian kabinet, disamping faktor Soekarno sebagai
pribadi.
Sebagai
contoh, pada tahun 1962, delegasi IMF berkunjung ke Indonesia untuk menawarkan
proposal bantuan finansial dan kerjasama, dan pada tahun 1963 utang sebesar
USD17 juta diberikan oleh Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia pun kemudian
bersedia melaksanakan beberapa kebijakan ekonomi baru yang bersesuaian dengan
proposal IMF. Namun, keadaan berbalik pada akhir tahun itu juga, ketika
Malaysia pemerintah Inggris menyatakan Malaysia dinyatakan sebagai bagian
federasi Inggris tanpa pembicaraan dengan Soekarno. Hal ini sebetulnya juga
berkaitan dengan nasionalisasi beberapa perusahaan Inggris di Indonesia. Yang
jelas, hubungan Indonesia dengan IMF dan Amerika, turut memburuk. Berbagai
kesepakatan sebelumnya dibatalkan oleh Soekarno, dan Indonesia keluar dari
keanggotaan IMF dan PBB.
Secara
teknis ekonomi, telah ada pelunasan utang dari sebagian hasil ekspor komoditi
primer Indonesia. Ada pula penghapusan sebagian utang oleh kreditur, terutama
dari negara-negara yang bersahabat, setidaknya dalam tahun-tahun tertentu.
Akhirnya, ketika terjadi perpindahan kekuasaan kepada Soeharto, tercatat utang
luar negeri pemerintah adalah sebesar USD 2,1 miliar. Jumlah ini belum termasuk
utang warisan pemerintah kolonial Belanda yang sekalipun resmi diakui, tidak
pernah dibayar oleh pemerintahan Soekarno.
Ketika
pemerintahan soekarno digantikan oleh soeharto, sikap pemerintahan Soeharto
terhadap modal asing berbeda dengan sikap Soekarno-Hatta. Sebagai contoh,
undang-undang pertama yang ditandatangani Soeharto adalah UU no.1/1967 tentang
Penanaman Modal Asing, yang isinya bersifat terbuka dan bersahabat bagi
masuknya modal dari negara manapun. Beberapa bulan sebelumnya, IMF membuat
studi tentang program stabilitas ekonomi, yang rekomendasinya segera diikuti
oleh pemerintah. Indonesia juga telah secara resmi kembali menjadi anggota IMF.
Seiring
dengan itu, perundingan serius mengenai utang luar negeri Indonesia berlangsung
lancar. Kembalinya Indonesia menjadi anggota IMF dan Bank Dunia, seketika
diimbali oleh negara-negara barat berupa: pemberian hibah, restrukturisasi
utang lama, komitmen utang baru dan pencairan utang baru yang cepat. Hibah
sebesar USD 174 juta dikatakan bertujuan untuk mengangkat Indonesia dari
keterpurukan ekonomi. Restrukturisasi utang yang disetuji bernilai sekitar USD
534 juta. Lewat berbagai perundingan, terutama pertemuan Paris Club, disepakati
moratorium utang sampai dengan tahun 1971 untuk pembayaran cicilan pokok
sebagian besar utang. Akhirnya, sejak tahun 1967 Indonesia mendapat persetujuan
utang baru dari banyak kreditur, dan sebagiannya langsung dicairkan pada tahun
itu juga.
1.3. Besarnya Utang
Pemerintah
Kita
mulai dengan menempatkan utang pemerintah dalam perspektif. Salah satu cara
untuk menilai besarnya utang pemerintah adalah membandingkannya dengan jumlah
utang-utang negara-negara lain. Tabel 15-1 menunjukkan jumlah uang pemerintah
dari 27 negara utama yang ditunjukkan sebagai persentase dari GDP setiap
negara. Di puncak daftar itu terdapat negara pengutang terbesar, Jepang dan
Italia, yang akumulasi utangnya relatif kecil. Paling bawah adalah Luxemburg
dan Australia, yang akumulasi utangnya relatif kecil. Amerika Serikat berada di
tengah-tengah. Menurut standar internasional, pemerintah AS tidak hemat tetapi
juga tidak boros.
Tabel 1 Berapakah Utang
Negara-Negara di Dunia?
Sumber: OECD Economic
Outlook.. Data berdasarkan estimasi utang pemerintah bruto dan COP untuk tahun
2005.
Menurut
sejarah, penyebab utama kenaikan utang pemerintah adalah perang. Rasio
utang-GDP meningkat tajam selama perang dan turun dengan lambat selama masa
damai. Banyak ekonom berpendapat bahwa pola sejarah ini adalah cara yang tepat
untuk menjalankan kebijakan fiskal.
Satu
contoh besamya kenaikan utang pemerintah di masa damai dimulai awal 1980-an.
Sewaktu Ronald Reagan terpilih sebagai presiden di tahun 1980, beliau melakukan
penurunan pajak dan meningkatkan belanja militer. Peningkatan utang pemerintah
selama tahun 1980-an menimbulkan keprihatinan diantara banyak pembuat
kebijakan.
2.
PERKEMBANGAN UTANG PEMERINTAH
Berdasarkan
data dari dalam APBN-P 2010 jumlah keseluruhan cicilan utang pemerintah
mencapai angka Rp230,33 trilyun. Cicilan tersebut terdiri atas cicilan pokok
sebesar Rp124,68 trilyun dan cicilan bunga Rp105,65 trilyun.
Proporsi
anggaran pembayaran utang mencapai 23,21% dari Rp992,4 trilyun penerimaan APBN
dimana hampir setengahnya atau 45,87% adalah pembayaran bunga utang pemerintah.
Akibat besarnya jumlah cicilan utang, APBN pun mengalami defisit sangat besar,
yakni Rp133,75 trilyun.
Sejak
tahun 2000, tren cicilan utang pemerintah meningkat . Dari Rp57,69 trilyun pada
tahun 2000 menjadi Rp230,33 trilyun di 2010. Tingkat cicilan utang negara tahun
ini meroket hampir 4 kali lipat cicilan utang pemerintah tahun 2000. Hanya pada
tahun 2003 cicilan utang turun jumlahnya dari cicilan tahun 2002, dan tahun
2005 dari tahun 2004. Tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2000, tren cicilan
utang tidak mengalami penurunan sama sekali.
Selama
11 tahun terakhir, negara telah membayar utang sebesar Rp1.596,1 trilyun dan
54% di antaranya atau sekitar Rp864,67 trilyun adalah untuk membayar bunga
utang yang jatuh tempo. Jumlah keseluruhan pembayaran utang pemerintah tersebut
lebih dari 7,8 kali penerimaan APBN 2000, 4,7 kali penerimaan APBN 2003, 2,5
kali penerimaan APBN 2006, dan 1,6 kali penerimaan APBN 2010. Jumlah ini juga
hampir menyamai jumlah utang negara tahun ini Rp1.667,7 trilyun. Sedangkan
total pembayaran bunga utang pemerintah lebih besar dari anggaran penerimaan
pajak tahun ini Rp743,3 trilyun.
Meski
Indonesia telah membayar utang sebesar Rp1.667,7 trilyun selama 11 tahun
terakhir, utang Indonesia tidak turun justru membengkak dari jumlah utang pada
tahun 2000 yakni Rp1.235 trilyun. Bahkan jika dibandingkan jumlah utang
pemerintah tahun 1998 sebesar Rp553 trilyun, jumlah utang pemerintah Indonesia
tahun ini bertambah 3 kali lipat sejak krisis moneter.
Bank
Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada bulan Februari
2014 sebesar 272,1 miliar dollar AS atau tumbuh 7,4 persen dibandingkan posisi
di bulan yang sama pada tahun 2013.
"Posisi
ULN pada Februari 2014 terdiri dari ULN sektor publik sebesar 129,0 miliar
dollar AS dan ULN sektor swasta 143,1 miliar dollar AS. Dengan perkembangan
ini, pertumbuhan ULN pada Februari 2014 tercatat sedikit meningkat bila
dibandingkan dengan pertumbuhan Januari 2014 sebesar 7,2 persen (%)," tulis
BI dalam pernyataan resmi,
Peningkatan
pertumbuhan ULN pada Februari 2014 terutama dipengaruhi kenaikan posisi ULN
sektor publik (utang pemerintah dan bank sentral). Adapun pertumbuhan ULN
sektor swasta melambat.
ULN
sektor publik tumbuh sebesar 3,2 persen (%), lebih tinggi dari pertumbuhan
bulan sebelumnya sebesar 1,9 persen (%). Sementara itu, posisi ULN sektor
swasta tumbuh 11,6 persen (%), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan
sebelumnya sebesar 12,5 persen (%).
"Bank
Indonesia memandang berbagai perkembangan ULN sampai Februari 2014 masih cukup
sehat dalam menopang ketahanan sektor eksternal. Ke depan, Bank Indonesia tetap
memantau perkembangan ULN Indonesia, khususnya ULN swasta, sehingga dapat
optimal mendukung ketahanan dan kesinambungan perekonomian Indonesia,"
tulis BI.
3.
MASALAH PENGUKURAN UTANG PEMERINTAH
Defisit anggaran pemerintah adalah
selisih pengeluaran Pemerintah dengan penerimaan pemerintah, yang sama dengan
jumlah utang baru yang dibutuhkan pemerintah untuk mendalami operasinya.
Definisi ini tampaknya cukup sederhana, tetapi dalam kenyataannya perdebatan
mengenai kebijakan fiskal kadang-kadang mempersoalkan bagaimana defisit
anggaran seharusnya diukur. Dalam bagian ini kita akan membahas empat masalah
dengan ukuran defisit anggaran biasa.
1: Inflasi
Pengukuran yang paling
tidak kontroversial adalah koreksi terhadap inflasi. Hampir seluruh ekonom
sepakat bahwa utang pemerintah seharusnya diukur dalam bentuk riil, bukan
nominal defisit yang diukur seharusnya sama dengan perubahan utang riil
pemerintah bukan perubahan utang nominal.
Namun demikian, defisit
anggaran yang biasa diukur tidak mengoreksi inflasi. Untuk melihat seberapa
besarnya pengaruh kesalahan ini, perhatikanlah contoh berikut. Anggaplah utang
pemerintah riil tidak berubah; dengan kata lain, dalam bentuk riil, anggarannya
seimbang. Dalam kasus ini, utang nominal harus naik pada tingkat inflasi.
Yaitu,
∆D/D = π,
Mana π adalah tingkat
inflasi dan D adalah stok utang pemerintah.
∆D =.
Sebagai contoh, pada tahun
1979, pemerintah federal melaporkan defisit anggaran sebesar $28 miliar.
Inflasi adalah 8,6 persen, dan utang pemerintah yang dibuat pada awal tahun
oleh publik (di luar Bank Sentral AS) adalah $495 miliar.
πD = 0,086 x $495 miliar
= $43 miliar
Koreksi terhadap inflasi
membuat defisit anggaran yang dilaporkan sebesar $28 miliar berubah menjadi
surplus anggaran sebesar $15 miliar! Dengan kata lain, meskipun utang nominal
pemerintah naik, utang riil pemerintah turun.
2: Aset Modal
Banyak ekonom percaya bahwa
penilaian yang akurat atas defisit anggaran pemerintah memerlukan penghitungan
atas aset pemerintah serta kewajibannya. Biasanya, ketika mengukur utang
pemerintah secara keseluruhan, kita seharusnya mengurangi aset pemerintah dari
utang pemerintah. Karena itu, defisit anggaran seharusnya diukur sebagai
perubahan utang dikurangi perubahan aset.
Prosedur anggaran yang
memperhitungkan aset dan kewajiban disebut penganggaran modal (capital
budgeting), karena memperhitungkan perubahan modal. Masalah utama dalam
penganggaran modal adalah sulitnya memutuskan pengeluaran pemerintah mana yang
seharusnya dihitung sebagai pengeluaran modal.
3: Kewajiban yang Tidak
Dihitung
Sebagian ekonom
berpendapat bahwa defisit anggaran yang diukur adalah keliru karena mengabaikan
beberapa kewajiban pemerintah yang penting. Sebagai contoh, perhatikanlah
pegawai negeri. Pegawai negeri memberikan jasanya kepada pemerintah saat ini,
tapi bagian kompensasi mereka dipotong untuk masa depan. Pada dasarnya, mereka
memberikan pinjaman kepada pemerintah. Manfaat pensiun masa depan mereka
menunjukkan kewajiban pemerintah tidak jauh berbeda dengan utang pemerintah.
Namun kewajiban ini tidak dimasukkan sebagai bagian dari utang pemerintah, dan
akumulasi kewajiban ini tidak dimasukkan sebagai baian dari defisit anggaran.
Menurut beberapa perkiraan, besar kewajiban implisit ini nyaris sama dengan
utang pemerintah.
Bentuk kewajiban
pemerintah yang sangat sulit diukur adalah kewajiban kontinjen (contingen
liability) kewajiban yang muncul hanya jika peristiwa-peristiwa khusus terjadi.
Sebagai contoh pemerintah menjamin berbagai bentuk kredit perseorangan, seperti
pinjaman mahasiswa, untuk keluarga berpendapatan rendah dan sedang, serta
deposito di bank dan lcmbaga-lembaga simpan pinjam. Jika peminjam melunasi
utangnya, pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana; tetapi jika peminjam tidak
mampu melunasi, pemerintah yang melunasinya. Ketika memberikan pinjaman ini
pemerintah mengambil alih kewajiban kontinjen dari ketidakmampuan peminjam
membayar utang. Tetapi kewajiban kontinjen ini tidak tercermin dalarn defisit
anggaran, sebagian karena nilainya tidak jelas.
4: Siklus Bisnis
Banyak perubahan dalam
defisit anggaran pemerintah terjadi secara otomatis menanggapi perekonomian
yang berfluktuasi. Misalnya, kerika perekonomian mengalami resesi, pendapatan
turun, sehingga kemampuan seseorang untuk membayar pajak berkurang. Laba juga
turun, sehingga perusahaan membayar lebih sedikit pajak pendapatan. Semakin
banyak orang yang menjadi tergantung pada bantuan pemerintah, seperti asuransi
kesejahteraan dan pengangguran, sehingga pengeluaran pemerintah naik. Bahkan,
tanpa adanya perubahan dalam undang-undang perpajakan dan pengeluaran, defisit
anggaran akan meningkat.
Untuk memecahkan masalah
ini, pemerintah menghitung defisit anggaran yang disesuaikan secara siklis
(cyclically adjusted budget deficit) yang kadangkala disebut defisit anggaran
kesempatan kerja-penuh. Defisit yang disesuaikan secara siklis didasarkan pada
estimasi mengenai berapa pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak yang
terjadi jika perekonomian beroperasi pada tingkat output dan kesempatan kerja
alamiahnya. Defisit yang disesuaikan secara siklis adalah ukuran yang berguna
karena mencerminkan perubahan kebijakan tetapi bukan tahapan dari siklus bisnis
saat ini.
4.
PANDANGAN TERHADAP UTANG PEMERINTAH
Pandangan
tradisional atas utang pemerintah.
Asumsinya adalah bahwa
ketika pemerintah memotong pajak dan menjalani defisit anggaran, konsumen
menanggapi pendapatan setelah pajak mereka yang lebih tinggi dengan melakukan
pengeluaran lebih banyak.
Pandangan Richardian atas
utang pemerintah
Menurut pendapat ini,
konsumen melihat kedepan dan karena itu, mendasarkan pengeluaran mereka tidak
hanya pada pendapatan sekarang, tetapi juga pada pendapatan masa depan yang
mereka harapkan
Logika
dasar atas pandangan Richardian
Kosumen yang melihat
kedepan memahami bahwa pinjaman pemerintah saat ini berarti pajak yang lebih
tinggi di masa depan. Pemotongan pajak yang didanai oleh utang pemerintah tidak
akan mengurangi beban pajak ; pemotongan pajak tersebut hanya menjadwal ulang
pajak. Karena itu, pemotongan pajak seharusnya tidak mendorong konsumen
melakukan pengeluaran lebih banyak.
Implikasi dari
equivalensi Richardian adalah bahwa pemotongan pajak yang didanai utang tidak
mempengaruhi konsumsi. Rumah tangga menabung kelebihan pendapatan disposible
untuk membayar kewajiban pajak masa depan yang ditunjukkan oleh pemotongan
pajak. Kenaikan dalam tabungan swasta ini mengoffset penurunan tabungan publik.
Tabungan nasional – jumlah tabungan swasta dan publik – tetap sama. Karena itu,
pemotongan pajak tidak memiliki dampak seperti yang diprediksi analsisis
tradisional.
Konsumen
dan pajak masa depan
Esensi dari pandangan
Richardian adalah bahwa ketika orang – orang memilih konsumsi mereka, secara
nasional mereka melihat pajak masa depan yang diakibatkan oleh utang
pemerintah. Para pendukung pandangan tradisional atas utang pemerintah percaya
bahwa prospek pajak masa depan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap konsumsi
saat ini seperti yang diasumsikan oleh pandangan Richardian.
Para pendukung pandangan
Richardian terhadap kebijakan fiskal mengansumsikan bahwa masyarakat bersikap
rasional ketika mengambil keputusan, seperti memilih berapa banyak dari
pendapatan mereka yang dikonsumsi dan seberapa banyak yang ditabung. Ketika
pemerintah meminjam untuk membayar pengeluaran saat ini, konsumen yang rasional
melihat pajak masa depan yang dibutuhkan untuk mendukung utang tersebut. Jadi
pandangan Richardian mengasumsikan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan dan
pandangan jauh kedepan yang baik.
Salah satu pendapat
terhadap pandangan tradisional mengenai pemotongan pajak adalah bahwa
masyarakat berpandangan pendek, barang kali karena mereka tidak sepenuhnya
memahami implikasi dari defisit anggaran pemerintah. Adalah mungkin bahwa
beberapa orang mengikuti metode historis ( rules of thumb) yang sederhana dan
tidak sepenuhnya rasional ketika memutuskan berapa banyak yang akan ditabung.
Batasan Peminjaman :
Pandangan Richardian atas utang pemerintah mengasumsikan bahwa konsumen
mendasarkan pengeluarannya tidak hanya pada pendapatan saat ini, tetapi juga
pendapatan seumur hidupnya, yang meliputi pendapatan sekarang dan pendapatan
yang diharapkan dimasa depan. Menurut pandangan Richardian, pemotongan pajak
yang didanai oleh utang akan meningkatkan pendapatan sekarang, tetapi tidak
mengubah pendapatan atau konsumsi seumur hidup seseorang. Para pendukung
pandangan tradisional berpendapat bahwa pendapatan sekarang lebih penting daripada
pendapatan seumur hidup untuk konsumen yang menghadapi hambatan – hambatan
dalam meminjam. Batasan peminjaman adalah batas seberapa banyak seseorang bisa
meminjam dari bank atau lembaga keuangan lain.
Seorang yang ingin
mengkonsumsi lebih banyak daripada pendapatan sekarang mungkin karena ia
mengharapkan pendapatan yang lebih penting di masa depan harus melakukannya
dengan cara meminjam. Jika ia tidak dapat meminjam untuk membayar konsumsi
sekarang, atau hanya bisa meminjam dalam jumlah yang terbatas, maka
pendapatannya sekarang menentukan pengeluarannya, tanpa memperhatikan berapa
pendapatannya seumur hidup. Dalam hal ini, pemotongan pajak yang didanai oleh
utang meningkatkan pendapatan dan konsumsi sekarang, meskipun pendapatan masa
depan lebih kecil. Esensinya, bila pemerintah memotong pajak sekarang dan
meningkatkan pajak masa depan, pemerintah memberi pinjaman kepada pembayar
pajak. Untuk seseorang yang ingin mendapatkan pinjaman tetapi tidak mampu,
pemotongan pajak akan memperbesar peluangnya dan mendorong konsumsi.
5.
PROSPEKTIF LAIN TENTANG UTANG PEMERINTAH
Anggaran berimbang versus
kebijakan fiskal optimal
Terdapat tiga alasan
kebijakan fiskal terkadang mengakibatkan defisit atau surplus anggaran
1. Stabilisasi
Defisit atau surplus
anggaran dapat membantu stabilisasi perekonomian, pada dasarnya aturan anggaran
berimbag akan menarik kembali kekuatan penstabil otomatis dari sistem pajak dan
transfer. Saat resesi pajak turun dan transfer naik. Meskipun membantu
menstabilkan ekonomi, respon otomatis ini mendorong anggaran menjadi defisit.
Aturan anggaran berimbang yang ketat akan mendorong pemerintah menaikkan pajak
atau mengurangi pengeluaran di masa resesi, tetapi tindakan ini menekan
permintaan agregat
2. Tax smoothing
Defisit atau surplus
anggaran dapat digunakan untuk mengurangi distorsi insentif yang disebabkan
oleh sistem pajak. Tarif pajak yang tinggi akan meningkatkan biaya dalam
masyarakat dengan menekan aktivitas ekonomi. oleh karenanya pemerintah dituntut
untuk mempertahankan tarif pajak yang stabil (relatif rendah), dengan cara
menerapkan anggaran defisit saat pendapatan rendah atau resesi yang tidak biasa
atau pengeluaran tinggi (perang) yang tidak biasa.
3. Re-distribusi
intergenerasi
Defisit anggaran dapat
digunakan untuk menggeser beban pajak dari generasi sekarang ke generasi
mendatang, misalnya untuk membiayai biaya perang, generasi sekarang dapat
mendanai perang dengan defisit anggaran dan pemerintah bisa melunasi utang
dengan mengenakan pajak pada generasi mendatang.
Dimensi internasional
Utang pemerintah dapat
mempengaruhi peran negara dalam perekonomian dunia. Ketika defisit anggaran,
pemerintah menurunkan tabungan nasional, hal ini sering mngakibatkan defisit
perdagangan yang nantinya akan di danai oleh pinjaman luar negeri. Hubungan
antara kedua defisit ini menyebabkan dampak lanjutan atas utang pemerintah.
• Pertama, tingkat utang
pemerintah yang tinggi dapat meningkatkan resiko bahwa perekonomian akan
mengalami penurunan yang merugikan dalam permintaan atas aset nasional dalam pasar
uang dunia (capital flight). Hal ini biasa dimanfaatkan oleh negara-negara
untuk melarikan diri dari utang, dengan menyatakan pailit. Jadi ketika utang
pemerintah melonjak, investor asing akan membatasi jumlah pinjaman. Jika
hilangnya kepercayaan ini terjadi secara tiba-tiba, maka nilai mata uang akan
terguncang dan tingkat suku bunga naik.
• Kedua, tingginya
tingkat utang pemerintah yang di danai oleh pinjaman luar negeri dapat
menurunkan pengaruh politis negara tesebut di mata dunia.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Utang merupakan satu kewajiban yang
harus dibayar dikemudian hari yang timbul akibat transaksi-transaksi ekonomi
dan keuangan dimana para pemberi pinjaman menyerahkan sesuatu yang berharga
pada suatu waktu terrentu dalam pertukaran dengan suatu perjanjian para
penerima pinjaman harus membayarnya dikemudian hari.
Utang Pemerintah adalah public debt
/ national debt yaitu pinjaman yang dilakukan, baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah.
Ketika pemerintahan
soekarno digantikan oleh soeharto, sikap pemerintahan Soeharto terhadap modal
asing berbeda dengan sikap Soekarno-Hatta. Sebagai contoh, undang-undang
pertama yang ditandatangani Soeharto adalah UU no.1/1967 tentang Penanaman
Modal Asing, yang isinya bersifat terbuka dan bersahabat bagi masuknya modal
dari negara manapun. Beberapa bulan sebelumnya, IMF membuat studi tentang
program stabilitas ekonomi, yang rekomendasinya segera diikuti oleh pemerintah.
Indonesia juga telah secara resmi kembali menjadi anggota IMF. Disinilah titik
awal perjalanan utang pemerintah yang melilit indonesia, seolah menjadi hal
biasa ketika Negara kita berhutang dengan dalih untuk pembangunan dan
peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat yang akhirnya negri ini mewariskan
utang Negara yang entah kapan bisa selesai.
REFERENSI
http://malikmakassar.wordpress.com/2008/12/16/sejarah-singkat-utang-pemerintah-indonesia/
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/07/utang-pemerintah-indonesia.html
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/11/14/masalah-pengukuran-defisit-dan-anggapan-hutang-luar-negeri-indonesia-508251.html
http://ilmupengetahuanumumterbaru.blogspot.com/2013/09/utang-pemerintah.html
http://wanspeak.wordpress.com/2011/05/23/utang-pemerintah/
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/04/18/1747405/Utang.Luar.Negeri.Indonesia.Kembali.Naik
www.jurnal-ekonomi.org