KEBIJAKAN STABILISASI
Di
dalam menjalankan fungsinya sebagai pelaku ekonomi yang memiliki fungsi
prioritas sebagai dinamisator dan stabilisator, maka pemerintah perlu
merencanakan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang berkesinambungan
guna menyiapkan, mengarahkan kegiatan ekonomi indonesia.
Tindakan-tindakan itulah yang kemudian lebih dikenal dengan
kebijaksanaan stabilisasi pemerintah di bidang ekonomi. Meskipun
demikian kebijaksanaan dibidang lain tiak kalah pentingnya dalam
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijkasanaan ekonomi itu sendiri.
Dari
sekian banyak kebijaksanaan ekonomi yang pernah, sedang dan akan
dijalankan oleh pemerintah dengan dukungan semua pelaku ekonomi di
insonesia, apapun istilahnya dapat dikelompokkan kedalam Kebijaksanaan
Moneter dan Kebijkasanaan Fiskal.
A. Kebijaksanaan Moneter.
Kebijksanaan
moneter adalah sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur
perekonomian melalui peredaran uang dan tingkat suku bunga.
Kebijaksanaan ini ditempuh untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh
positif dan negatif dari peredaran uang dan tingkat suku bunga yang
berlaku dimasyarakat. Hal ini dapat dimengerti karena peran uang yang
sangat begitu vital dalam kehidupan perekonomian suatu negara, begitu
pula pentingnya tingkat suku bunga yang dapat mempengaruhi pola kegiatan
investasi di Indonesia.
Di
dalam sistem perekonomian indonesia, kebijaksanaan moneter ini
dijalankan oleh pemerintah melalui lembaga keuangan yang disebut dengan
Bank Indonesa (BI). Bank Indonesia seperti halnya di negara-negara lain,
adalah satu-satunya bank sentral indonesia yang secara lebih rinci
memiliki tugas :
Ø Sebagai
bank-nya pemerintah, dalam arti membantu pemerintah dalam mengelola
(meminjam dan meminjami) dana pemerintah yang akan dipergunakan untuk
pemerintah.
Ø Sebagai
bank-nya bank umum, dalam arti akan membantu para bangk umum dalam
kegiatan operasional dana yang dimiliki atau dibutuhkannnya.
Ø Sebagai
lembaga pengawasan kegiatan lembaga keuangan, dalam arti mengawasi
produk-poiduk yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga keuangan yang
dapat mempengaruhi peredaran uang dan iklim investasi.
Ø Bersama lembaga keuangan lainnya bertugas sebagai lembaga pengawas kegiatan ekonomi di sektor luar negeri
Ø Memperlancar kegiatan perekonomian dengan cara mencetak uang kartal (kertas dan logam).
Di
lihat dari upaya yang ditempuh pemerintah, kebijaksanaan moneter ini
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis kebijaksanaan moneter:
a. Kebijaksanaan moneter kuantitatif
Sesuai
dengan namanya jenis kebijaksanaan moneter ini dijalankan dengan
mengatur uang beredar dan tingkat suku bunga dari segi kuantitasnya.
Kebijaksanaan jenis ini umumnya dijalankan dengan tiga cara, yaitu:
Petama,
dengan melakukan pasar terbuka, yakni dengan menjual-belikan
surat-surat berharga (SBI) yang dimiliki oleh Bank Indonesia, dengan
harapan uang yang beredar akan menjadi lebih banyak atau menjadi lebih
sedikit sesuai yang diperlukan dalam perekonomian.
Kedua,
dengan merubah tingkat suku bunga diskonto. Cara ini dilakukan sebagai
alternatif dari operasi pasar tebuka. Tingkat suku bunga diskonto adalah
tingkat suku bunga yang berlaku dalam transaksi moneter antara Bank
Indonesia dengan bank umum. Proses dari cara ini adalah, jika dengan
asumsi yang sama, bahwa agar uang yang beredar tidak terlalu banyak,
maka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menaikkan tingkat suku
bunga sidkonto. Dengan suku bunga diskonto yang tinggi maka bank umum
tidak akan meminjam uang dari Bank Indonesia dengan jumlah yang banyak.
Sehingga uang yang beredar di bank umum sedikit, akibatnya uang yang
tersalurkan di masyarakat menjadi sedikit. Dengan demikian uang yang
beredar tidak menjadi lebih banyak lagi. Akibat ini juga akan tercapai
jika dengan suku bunga diskonto yang tinggi, bank umum lebih memilih
mentimpan uangnya di bank Indonesia dari pada mengeluarkanya untuk
masyarakat.
Ketiga,
dengan cara merubah prosentase cadangan minimal yang harus dipenuhi
oleh setiap bank umum. Jika bank umum memiliki kelebihan cadangan
minimal,maka operasi pasar terbuka akan gagal. Jika ini yang terjadi
maka Bank Indonesia masih dapat mengatasinya dengan cara menaikkan
prosentase wajib cadangan minimalnya. Dengan cara ketiga ini, uang
beredar dapat dikurangi, namun demikian cara inipun akan gagal jika bank
umum kembali menetapkan/memiliki kelebihan cadangan minimal lagi.
b. Kebijaksanaan moneter kualitatif
Untuk
lebih mensukseskan cara-cara kuantitatif di atas maka Bank Indonesia
dapat melakukan kebijaksanaan moneter yang bersifat kualitatif ini, yang
dimaksud dengan kebijaksanaan moneter kualitatif ini adalah dengan
mengatur dan menghimbau pihak bank umum/lembaga keuangan lainnya, baik
manajemannya maupun produk yang ditawarkan kepada masyarakat guna
mendukung kebijaksanaan moneter kuantitatif yang sedang dilaksanakan
oleh Bank Indonesia. Bank indonesia akan menghimbau kepada manajeman
bank umum untuk tidak memiliki kelebihan cadangan minimal yang telah
ditetapkan. Di samping itu kebijaksanaan ini juga bertujuan untuk lebih
mengawasi kegiatan perbankan dan lembaga keuangan lainnya agar tidak
sampai merugikan masyarakat, bank umum itu sendiri sampai dengan
perkonomian secara umum.
B. Kebijaksanaan Fiskal.
Jika
di dalam kebijaksanaan pemerintah menggunakan elemen uang beredar dan
suku bunga untuk mengatur perekonomian, maka kebijaksanaan fiskal adalah
suatu tindakan pemerintah dalam mengatur perekonomian melalui anggaran
belanja negara, dan biasanya dikaitkan dengan masalah perpajakan.
Meskipun tidak selalu demikian, namun orang lebih melihat kebijaksanaan
fiskal sebagai kebijkasanaan pemerintah di sektor perpajakan.
Kebijaksanaan
fiskal (dalam hal ini melalui perpajakan) dapat dibedakan dari berbagai
segi. Pertama, jika dilihat dari segi pembayarannya, sistem pembayaran
pajak dibagi menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak
langsung adalah pajak yang pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada
pihak lain. Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang
pembayarannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, seperti pajak
pertambahan nilai, cukai rokok, dan sejenisnya.
Kedua, jika dilihat dari besar-kecilnya pajak yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak, pajak jenis ini dapat dibagi dalam:
Pajak
regresif, yakni pajak yang besar-kecilnya nilai yang harus dibayarkan,
ditetapkan berbanding terbalik dengan besarnya pendapatan wajib pajak.
Semakin tinggi pendapatan wajib pajak, semakin kecil pajak yang harus
dibayarkan.
Pajak
sebanding, pajak yang besar-kecilnya sama untuk berbagai tingkat
pendapatan, umumnya untuk tiap jenis komoditi dengan karakristik yang
sama.
Pajak
Progresif, adalah pajak yang besar-kecilnya akan ditetapkan searah
dengan dengan besarnya pendapatan wajib pajak, semakin tinggi pendapatan
maka akan semakin besar pula pajak yang harus dinayarkan. Sebaliknya
semakin kecil pendapatan, maka semakin kecil pajak yang akan dikeluarkan
(standar wajib pajak).
Ketiga, jika dilihat dari segi tujuan ditetapkannya, maka ada beberapa tujuan dari adanya kebijaksanaan perpajakan ini, yakni:
1. Pajak
sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah yang cukup potensial.
Dengan demikian baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka
semakin besar pula nilai pajak yang dapat dihimpun oleh negara. Hal ini
didukung dengan semakin banyaknya objek pajak yang dapat dikenai pajak.
2. Pajak
sebagai alat pengendali tingkat pengeluaran masyarakat, dengan sistem
perpajakan dapat membantu pemerintah dalam hal menekan pengeluaran,
terutama jika kondisi perekonomian sedemikian capatnya sehingga dapat
memicu inflasi yang semakin tidak terkendali, sehingga pengeluaran
pemerintah dan masyarakat perlu dikurangi. Dengan adanya pajak
pendapatan disposible (Yd) yang siap dibelanjakan menjadi berkurang, sehingga konsumsi akan ikut mengalami pengurangan.
3. Pajak
sebagai salah satu alat untuk pemerataan pendapatan dan kekayaan
masyarakat. Dengan pajak dapat dilakuka upaya untuk mempersempit jurang
kesenjangan antara golongan ekonomi kuat dan lemah. Pajak yang dihimpun
dari ekonomi kuat dapat disebar kembali ke rakyat banyak dalam benttuk
subsidi, bantuan kemanusiaan, pembangunan inpra struktur dan lain-lain.
Dengan demikian si kaya turutmenyisihkan sebagian dananya untuk
kepentingan rakyat melalui pajak yag dibayarkan. Di pihak lain tentunya
pemerintahpun akan memberikan kepada para ekonomi kuat dalam
memperlancar aktivitas usahanya.
C. Kebijaksanaan Moneter Dan Fiskal di Sektor Luar Negeri
Di
dalam sektor luar negeri, kedua kebijaksanaan ini memiliki istilah
lain, yang di dalam istilah tersebut terdapat kombinasi antara keduanya.
Istilah yang dimaksud adalah: kebijaksanaan menekan pengeluaran dan
kebijaksanaan memindah pengeluaran.
a. Kebijaksanaan menekan pengeluaran
Kebijaksanaan
ini dilakukan dengan cara emngurangi tingkat konsumsi/pengeluaran oleh
para pelaku ekonomi. Cara-cara yang ditempuh diantaranya adalah:
1. Menaikkan pajak pendapatan
Dengan
tindakan ini maka pendapatan yang siap untuk dibelanjakan masyarakat
(disposible income) menjadi berkurang sehingga diharapkan masyarakat
akan mengurangi prosentase pengeluarannya.
2. Menaikkan tingkat bunga
Kebijaksanaan ini akan menekan laju investasi yang berarti pengeluaran dari sektor ini akan berkurang.
3. Mengurangi pengeluaran pemerintah.
Hal
ini dapat dilakukan dengan melakukan perombakan ulang jadwal
proyek-proyek dengan lebih mengutamakan proiritas kebutuhan yang lebih
mendesak, dan dengan mengurangi bentik-bentuk subsidi yang tidak lagi
relevan.
Jika
dilihat daritindakan-tindakan yang diambil tersebut, bawa kebijaksanaan
ini tampaknya tidak cocok untuk perekonomian yang sedang mengalami
tingkat pengangguran yang tinggi. Karena dengan kondisi perekonomian
yang seperti itu, justur perekonomian sedang membutuhkan dana yang besar
untuk menaikkan investasi, sehingga dapat tercipta lapangan pekerjaan
yang dapat menampung para penganggur.
b. Kebijaksanaan memindah pengeluaran.
Jika
dalam kebijaksanaan peneluaran, pengeluaran para pelaku ekonomi
diusahakan berkurang, maka dalam kebijaksanaan ini pengeluaran mereka
tidak berkurang, hanya dipindah dan digeser pada bidang yang tidak
terlalu berisiko memperburuk perekonomian. Kebijaksanaan ini dapat
dilakukan secara paksa dan dapat juga dipergunakan dengan memakai
rangsangan. Secara paksa kebijaksanaan ini dapat ditempuh dengan cara:
1. Mengenakan
tarif atau quota, dengan tindakan ini diharapkan masyarakat akan
memindah konsumsinya ke komoditi produk dalam negeri, karena dengan
dikenakannya kedua hambatan perdangan tersebut, harga komoditi impor
menjadi nahal.
2. Mengawasi
pemakaian valuta asing, hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan
maksud dan tujuan dalam penggunaan valuta asing. Kemudahan akan
diberikan kepada mereka yang akan menggunakan valuta asing tersebut
untuk mengekspor komoditi yang efek positifnya adalah meningkatnya produktivitas perekonomian dalam negeri.
Sedangkan kebijaksanaan memindah pengeluaran yang dilakukan dengan rangsangan dapat dilakukan dapat di tempuh dengan cara:
1. Menciptakan
rangsangan-rangasangan ekspor, misalnya dengan mengurangi pajak
komoditi ekspor, memberantas pungutan liar dan biaya-biaya siluman yang
dapat membebani harga komoditi ekspor.
2. Menstabilkan
upah dan harga dalam negeri, dengan demikian akan memberi iklim yang
lebih sehat bagi konsumen dalam negeri dalam mengkonsumsi produk dalam
negeri. Upah yang stabil akan memberi kepastian pendapatan masyarakat,
dan dengan kepastian harga akan menghindarkan dari tindakan spekulasi.
3. Melakukan
devaluasi. Devaluasi adalah tindakan pmerintah dalam menurunkan nilai
mata uang rupiah (Rp) terhadap kurs asing, yang bertujuan untuk
meningkatkan volume transaksi komoditi ekspor, dengan harapan penerimaan
negara meningkat dari sektor perdagangan luar negeri, sehingga
diperoleh dana pembangunan yang lebih banyak. Namun demikian, manfaat
devaluasi tersebut baru dapat dirasakan jika memnuhi beberapa kondisi di
bawah ini:
Pertama,
permintaan komoditi ekspor Indonesia memiliki sifat yang elastis,
artinya bahwa perubahan sedikit pada harga akan menyebabkan kenaikan
permintaan yang signifikan terhadap komoditi tersebut dalam volume yang
jauh lebih besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam grafik
berikut:
Grafik
di atas menunjukkan bahwa jika komoditi ekspor memiliki elastisitas
permintaan seperti ini, maka devaluasi akan ada manfaatnya. Adanya
penurunan sedikit dalam harga (dari P0 ke P1) akan menyebabkan kenaikan volume permintaan di luar negeri jauh lebih besar (dari Q0 ke Q1).
Namun jika komoditi ekspor memiliki sifat inelastis, seperti yang di tunjukkan dalam grafik:
Maka penurunan harga yang cukup besar (akibat devaluasi) dari P0 ke P1 ternyata tidak diimbangi dengan kenaika volume ekspor (dari Q0 ke Q1)
yang hanya naik sedikit saja. Sehingga kenaikan yag sedikit tersebut
tidak cukup untuk menutupi ‘kerugian’ yang terjadi dari tindakan
devaluasi.
Kedua, jika permintaan komoditi impor juga bersifat elastis, yakni dengan
kenaikan harga yang sedikit (efek devaluasi), maka akan terjadi
penurunan permintaan masyarakat dalam negeri dalam volume yang lebih
besar, dengan demikian tindakan devaluasi membawa hasil. Namun jika
sifat barang impor tersebut inelastis, meskipun harga komoditi impor
telah diturunkan, bahkan dengan prosentase yang besar sekalipun, tetapi
selera masyarakat dalam negeri tinggi, maka tindakan devaluasi tidak
membawa hasil yang positif.
Ketiga, adanya
kemampua pemerintah dan masyarakat dalam mengendalikan inflasi dalam
negeri. Jika inflasi tetap tinggi, maka harga di dalam negeri cenderung
tinggi, sehingga jika produk dalam negeri diekspor maka harganya juga
akan tinggi, sedangkan kebijaksanaan devaluasi itu sendiri bertujuan
menurunkan harga komoditi ekspor.
Keempat, adalah hubungan
kemitraan dalam hal menetapkan sebuah kebijaksanaan yang sama antara
negara yang satu dengan negara yang menjadi mitranya.
Bayu 005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar