Jumat, 19 Mei 2017

KEBIJAKAN STABILASASI

 KEBIJAKAN STABILISASI

Di dalam menjalankan fungsinya sebagai pelaku ekonomi yang memiliki fungsi prioritas sebagai dinamisator dan stabilisator, maka pemerintah perlu merencanakan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang berkesinambungan guna menyiapkan, mengarahkan kegiatan ekonomi indonesia. Tindakan-tindakan itulah yang kemudian lebih dikenal dengan kebijaksanaan stabilisasi pemerintah di bidang ekonomi. Meskipun demikian kebijaksanaan dibidang lain tiak kalah pentingnya dalam mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijkasanaan ekonomi itu sendiri.
Dari sekian banyak kebijaksanaan ekonomi yang pernah, sedang dan akan dijalankan oleh pemerintah dengan dukungan semua pelaku ekonomi di insonesia, apapun istilahnya dapat dikelompokkan kedalam Kebijaksanaan Moneter dan Kebijkasanaan Fiskal.

A.           Kebijaksanaan Moneter.

Kebijksanaan moneter adalah sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui peredaran uang dan tingkat suku bunga. Kebijaksanaan ini ditempuh untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh positif dan negatif dari peredaran uang dan tingkat suku bunga yang berlaku dimasyarakat. Hal ini dapat dimengerti karena peran uang yang sangat begitu vital dalam kehidupan perekonomian suatu negara, begitu pula pentingnya tingkat suku bunga yang dapat mempengaruhi pola kegiatan investasi di Indonesia.
Di dalam sistem perekonomian indonesia, kebijaksanaan moneter ini dijalankan oleh pemerintah melalui lembaga keuangan yang disebut dengan Bank Indonesa (BI). Bank Indonesia seperti halnya di negara-negara lain, adalah satu-satunya bank sentral indonesia yang secara lebih rinci memiliki tugas :
Ø  Sebagai bank-nya pemerintah, dalam arti membantu pemerintah dalam mengelola (meminjam dan meminjami) dana pemerintah yang akan dipergunakan untuk pemerintah.
Ø  Sebagai bank-nya bank umum, dalam arti akan membantu para bangk umum dalam kegiatan operasional dana yang dimiliki atau dibutuhkannnya.
Ø  Sebagai lembaga pengawasan kegiatan lembaga keuangan, dalam arti mengawasi produk-poiduk yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga keuangan yang dapat mempengaruhi peredaran uang dan iklim investasi.
Ø  Bersama lembaga keuangan lainnya bertugas sebagai lembaga pengawas kegiatan ekonomi di sektor luar negeri
Ø  Memperlancar kegiatan perekonomian dengan cara mencetak uang kartal (kertas dan logam).
Di lihat dari upaya yang ditempuh pemerintah, kebijaksanaan moneter ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis kebijaksanaan moneter:
a.       Kebijaksanaan moneter kuantitatif
Sesuai dengan namanya jenis kebijaksanaan moneter ini dijalankan dengan mengatur uang beredar dan tingkat suku bunga dari segi kuantitasnya. Kebijaksanaan jenis ini umumnya dijalankan dengan tiga cara, yaitu:
Petama, dengan melakukan pasar terbuka, yakni dengan menjual-belikan surat-surat berharga (SBI) yang dimiliki oleh Bank Indonesia, dengan harapan uang yang beredar akan menjadi lebih banyak atau menjadi lebih sedikit sesuai yang diperlukan dalam perekonomian.
Kedua, dengan merubah tingkat suku bunga diskonto. Cara ini dilakukan sebagai alternatif dari operasi pasar tebuka. Tingkat suku bunga diskonto adalah tingkat suku bunga yang berlaku dalam transaksi moneter antara Bank Indonesia dengan bank umum. Proses dari cara ini adalah, jika dengan asumsi yang sama, bahwa agar uang yang beredar tidak terlalu banyak, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menaikkan tingkat suku bunga sidkonto. Dengan suku bunga diskonto yang tinggi maka bank umum tidak akan meminjam uang dari Bank Indonesia dengan jumlah yang banyak. Sehingga uang yang beredar di bank umum sedikit, akibatnya uang yang tersalurkan di masyarakat menjadi sedikit. Dengan demikian uang yang beredar tidak menjadi lebih banyak lagi. Akibat ini juga akan tercapai jika dengan suku bunga diskonto yang tinggi, bank umum lebih memilih mentimpan uangnya di bank Indonesia dari pada mengeluarkanya untuk masyarakat.
Ketiga, dengan cara merubah prosentase cadangan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap bank umum. Jika bank umum memiliki kelebihan cadangan minimal,maka operasi pasar terbuka akan gagal. Jika ini yang terjadi maka Bank Indonesia masih dapat mengatasinya dengan cara menaikkan prosentase wajib cadangan minimalnya. Dengan cara ketiga ini, uang beredar dapat dikurangi, namun demikian cara inipun akan gagal jika bank umum kembali menetapkan/memiliki kelebihan cadangan minimal lagi.
b.    Kebijaksanaan moneter kualitatif
Untuk lebih mensukseskan cara-cara kuantitatif di atas maka Bank Indonesia dapat melakukan kebijaksanaan moneter yang bersifat kualitatif ini, yang dimaksud dengan kebijaksanaan moneter kualitatif ini adalah dengan mengatur dan menghimbau pihak bank umum/lembaga keuangan lainnya, baik manajemannya maupun produk yang ditawarkan kepada masyarakat guna mendukung kebijaksanaan moneter kuantitatif yang sedang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Bank indonesia akan menghimbau kepada manajeman bank umum untuk tidak memiliki kelebihan cadangan minimal yang telah ditetapkan. Di samping itu kebijaksanaan ini juga bertujuan untuk lebih mengawasi kegiatan perbankan dan lembaga keuangan lainnya agar tidak sampai merugikan masyarakat, bank umum itu sendiri sampai dengan perkonomian secara umum.

B.       Kebijaksanaan Fiskal.

Jika di dalam kebijaksanaan pemerintah menggunakan elemen uang beredar dan suku bunga untuk mengatur perekonomian, maka kebijaksanaan fiskal adalah suatu tindakan pemerintah dalam mengatur perekonomian melalui anggaran belanja negara, dan biasanya dikaitkan dengan masalah perpajakan. Meskipun tidak selalu demikian, namun orang lebih melihat kebijaksanaan fiskal sebagai kebijkasanaan pemerintah di sektor perpajakan.
Kebijaksanaan fiskal (dalam hal ini melalui perpajakan) dapat dibedakan dari berbagai segi. Pertama, jika dilihat dari segi pembayarannya, sistem pembayaran pajak dibagi menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang pembayarannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang pembayarannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, seperti pajak pertambahan nilai, cukai rokok, dan sejenisnya.
Kedua, jika dilihat dari besar-kecilnya pajak yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak, pajak jenis ini dapat dibagi dalam:
Pajak regresif, yakni pajak yang besar-kecilnya nilai yang harus dibayarkan, ditetapkan berbanding terbalik dengan besarnya pendapatan wajib pajak. Semakin tinggi pendapatan wajib pajak, semakin kecil pajak yang harus dibayarkan.
Pajak sebanding, pajak yang besar-kecilnya sama untuk berbagai tingkat pendapatan, umumnya untuk tiap jenis komoditi dengan karakristik yang sama.
Pajak Progresif, adalah pajak yang besar-kecilnya akan ditetapkan searah dengan dengan besarnya pendapatan wajib pajak, semakin tinggi pendapatan maka akan semakin besar pula pajak yang harus dinayarkan. Sebaliknya semakin kecil pendapatan, maka semakin kecil pajak yang akan dikeluarkan (standar wajib pajak).
Ketiga, jika dilihat dari segi tujuan ditetapkannya, maka ada beberapa tujuan dari adanya kebijaksanaan perpajakan ini, yakni:
1.      Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah yang cukup potensial. Dengan demikian baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka semakin besar pula nilai pajak yang dapat dihimpun oleh negara. Hal ini didukung dengan semakin banyaknya objek pajak yang dapat dikenai pajak.
2.      Pajak sebagai alat pengendali tingkat pengeluaran masyarakat, dengan sistem perpajakan dapat membantu pemerintah dalam hal menekan pengeluaran, terutama jika kondisi perekonomian sedemikian capatnya sehingga dapat memicu inflasi yang semakin tidak terkendali, sehingga pengeluaran pemerintah dan masyarakat perlu dikurangi. Dengan adanya pajak pendapatan disposible (Yd) yang siap dibelanjakan  menjadi berkurang, sehingga konsumsi akan ikut mengalami pengurangan.
3.      Pajak sebagai salah satu alat untuk pemerataan pendapatan dan kekayaan masyarakat. Dengan pajak dapat dilakuka upaya untuk mempersempit jurang kesenjangan antara golongan ekonomi kuat dan lemah. Pajak yang dihimpun dari ekonomi kuat dapat disebar kembali ke rakyat banyak dalam benttuk subsidi, bantuan kemanusiaan, pembangunan inpra struktur dan lain-lain. Dengan demikian si kaya turutmenyisihkan sebagian dananya untuk kepentingan rakyat melalui pajak yag dibayarkan. Di pihak lain tentunya pemerintahpun akan memberikan kepada para ekonomi kuat dalam memperlancar aktivitas usahanya.

C.    Kebijaksanaan Moneter Dan Fiskal di Sektor Luar Negeri  
Di dalam sektor luar negeri, kedua kebijaksanaan ini memiliki istilah lain, yang di dalam istilah tersebut terdapat kombinasi antara keduanya. Istilah yang dimaksud adalah: kebijaksanaan menekan pengeluaran dan kebijaksanaan memindah pengeluaran.
a.      Kebijaksanaan menekan pengeluaran
Kebijaksanaan ini dilakukan dengan cara emngurangi tingkat konsumsi/pengeluaran oleh para pelaku ekonomi. Cara-cara yang ditempuh diantaranya adalah:
1.      Menaikkan pajak pendapatan
Dengan tindakan ini maka pendapatan yang siap untuk dibelanjakan masyarakat (disposible income) menjadi berkurang sehingga diharapkan masyarakat akan mengurangi prosentase pengeluarannya.
2.      Menaikkan tingkat bunga
Kebijaksanaan ini akan menekan laju investasi yang berarti pengeluaran dari sektor ini akan berkurang.
3.      Mengurangi pengeluaran pemerintah.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan perombakan ulang jadwal proyek-proyek dengan lebih mengutamakan proiritas kebutuhan yang lebih mendesak, dan dengan mengurangi bentik-bentuk subsidi yang tidak lagi relevan.
Jika dilihat daritindakan-tindakan yang diambil tersebut, bawa kebijaksanaan ini tampaknya tidak cocok untuk perekonomian yang sedang mengalami tingkat pengangguran yang tinggi. Karena dengan kondisi perekonomian yang seperti itu, justur perekonomian sedang membutuhkan dana yang besar untuk menaikkan investasi, sehingga dapat tercipta lapangan pekerjaan yang dapat menampung para penganggur.
b.      Kebijaksanaan memindah pengeluaran.
Jika dalam kebijaksanaan peneluaran, pengeluaran para pelaku ekonomi diusahakan berkurang, maka dalam kebijaksanaan ini pengeluaran mereka tidak berkurang, hanya dipindah dan digeser pada bidang yang tidak terlalu berisiko memperburuk perekonomian. Kebijaksanaan ini dapat dilakukan secara paksa dan dapat juga dipergunakan dengan memakai rangsangan. Secara paksa kebijaksanaan ini dapat ditempuh dengan cara:
1.      Mengenakan tarif atau quota, dengan tindakan ini diharapkan masyarakat akan memindah konsumsinya ke komoditi produk dalam negeri, karena dengan dikenakannya kedua hambatan perdangan tersebut, harga komoditi impor menjadi nahal.
2.      Mengawasi pemakaian valuta asing, hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan maksud dan tujuan dalam penggunaan valuta asing. Kemudahan akan diberikan kepada mereka yang akan menggunakan valuta asing tersebut untuk mengekspor komoditi yang efek positifnya adalah  meningkatnya produktivitas perekonomian dalam negeri.
Sedangkan kebijaksanaan memindah pengeluaran yang dilakukan dengan rangsangan dapat dilakukan dapat di tempuh dengan cara:
1.      Menciptakan rangsangan-rangasangan ekspor, misalnya dengan mengurangi pajak komoditi ekspor, memberantas pungutan liar dan biaya-biaya siluman yang dapat membebani harga komoditi ekspor.
2.      Menstabilkan upah dan harga dalam negeri, dengan demikian akan memberi iklim yang lebih sehat bagi konsumen dalam negeri dalam mengkonsumsi produk dalam negeri. Upah yang stabil akan memberi kepastian pendapatan masyarakat, dan dengan kepastian harga akan menghindarkan dari tindakan spekulasi.
3.      Melakukan devaluasi. Devaluasi adalah tindakan pmerintah dalam menurunkan nilai mata uang rupiah (Rp) terhadap kurs asing, yang bertujuan untuk meningkatkan volume transaksi komoditi ekspor, dengan harapan penerimaan negara meningkat dari sektor perdagangan luar negeri, sehingga diperoleh dana pembangunan yang lebih banyak. Namun demikian, manfaat devaluasi tersebut baru dapat dirasakan jika memnuhi beberapa kondisi di bawah ini:
Pertama, permintaan komoditi ekspor Indonesia memiliki sifat yang elastis, artinya bahwa perubahan sedikit pada harga akan menyebabkan kenaikan permintaan yang signifikan terhadap komoditi tersebut dalam volume yang jauh lebih besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam grafik berikut:

Grafik di atas menunjukkan bahwa jika komoditi ekspor memiliki elastisitas permintaan seperti ini, maka devaluasi akan ada manfaatnya. Adanya penurunan sedikit dalam harga (dari P0 ke P1) akan menyebabkan kenaikan volume permintaan di luar negeri jauh lebih besar (dari Q0 ke Q1).
Namun jika komoditi ekspor memiliki sifat inelastis, seperti yang di tunjukkan dalam grafik:
Maka penurunan harga yang cukup besar (akibat devaluasi) dari P0 ke P1 ternyata tidak diimbangi dengan kenaika volume ekspor (dari Q0 ke Q1) yang hanya naik sedikit saja. Sehingga kenaikan yag sedikit tersebut tidak cukup untuk menutupi ‘kerugian’ yang terjadi dari tindakan devaluasi.
Kedua, jika permintaan komoditi impor juga bersifat elastis, yakni  dengan kenaikan harga yang sedikit (efek devaluasi), maka akan terjadi penurunan permintaan masyarakat dalam negeri dalam volume yang lebih besar, dengan demikian tindakan devaluasi membawa hasil. Namun jika sifat barang impor tersebut inelastis, meskipun harga komoditi impor telah diturunkan, bahkan dengan prosentase yang besar sekalipun, tetapi selera masyarakat dalam negeri tinggi, maka tindakan devaluasi tidak membawa hasil yang positif.
Ketiga, adanya kemampua pemerintah dan masyarakat dalam mengendalikan inflasi dalam negeri. Jika inflasi tetap tinggi, maka harga di dalam negeri cenderung tinggi, sehingga jika produk dalam negeri diekspor maka harganya juga akan tinggi, sedangkan kebijaksanaan devaluasi itu sendiri bertujuan menurunkan harga komoditi ekspor.
Keempat, adalah hubungan kemitraan dalam hal menetapkan sebuah kebijaksanaan yang sama antara negara yang satu dengan negara yang menjadi mitranya.
Bayu 005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar